Menu

Friday 6 July 2012

makalah fiqh jinayah tentang qishas diyat


                      I.            Pendahuluan
Islam sebagai agama yang mengatur segala aspek bagi kehidupan manusia pastinya memiliki sebuah dasar yang paling penting yaitu keadilan. Dalam hal ini, segala jenis kejahatan memang diharapkan pupus di dalam dunia ini. Akan tetapi, terbukti dari mulai awal kehidupan makhluk bernama manusia wujud kejahatan tetap ada dan tidak pernah luput di atas bumi. Kejahatan tersebut berupa pembunuhan, penderaan, dan lain-lain.
Oleh karena itu, ketika Islam turun, ia sudah mensiapkan paket-paket hukum dan hukuman bagi pelaku kejahatan-kejahatan ini. Walaupun kenyataan kejahatan ini tidak bisa 100% hilang di muka bumi, minimal pengaturan hukum Islam bertujuan menurunkan kadar statistik kejahatan yang melanda di negara Islam. Dalam hal ini, hukuman kejahatan tersebut dikategorikan dengan nama kisas dan diyat

                   II.            Permasalahan
a.       Pengertian jarimah qhishas-diyat
b.      Macam-macam jarimah qishas-diyat
c.       Sanksi dan cara pembuktianya
                III.            Pembahasan
A.    Pengertian jarimah qhishas-diyat

Jarimah (tindak pidana) didefinisikan oleh Imam Al Mawardi sebagai berikut: yaitu segala larangan syara’ (melakukan hal-hal yang dilarang atau meninggalkan hal-hal yang diwajibkan), yang diancam dengan hukuman had atau ta’zir.

Sedangkan qishas kadang dalam hadist disebut juga dengan kata qawad, yang artinya adalah semisal, seumpama (Al Mumatsilah). Adapun maksud yang dikehendaki syara’ adalah kesamaan akibat yang ditimpakan kepada pelaku tindak pidana yang melakukan pembunuhan atau penganiayaan terhadap korban. Dalam ungkapan lain, pelaku akan menerima balasan sesuai dengan perbuatan yang dia lakukan.

Dalam hal ini, gambaran kisas adalah ketika X yang melakukan sebuah jarimah terhadap Y, maka Y atau ahli warisnya memiliki hak untuk memperlakukan pada X sesuai dengan jarimah apa yang X lakukan. Seperti contoh X membunuh Y maka ahli waris Y (Y atau ahli warisnya disebut mustahiq al-qishâsh) berhak menuntut agar X juga diperlakukan sama yaitu dibunuh.

Diat dalam arti jarimah adalah perbuatan yang dilakukan seseorang terhadap objek jiwa dan anggota badan, baik perbuatan tersebut mengakibatkan kematian, atau hanya mengakibatkan luka, atau tidak berfungsinya anggota badan korban, yang dilakukan tanpa sengaja atau semi sengaja.

 Diyat ini pada dasarnya adalah bagian dari kisas. Maksudnya, dalam pembahasan kisas yang telah lalu, dikatakan bahwa mustahiq al-qishâsh memiliki hak untuk menentukan sama ada memilih kisas, perdamaian, atau memaafkan.

Dengan ketentuan ini, diyat adalah pilihan kedua yaitu perdamaian. Ketika mustahiq al-qishâsh memilih untuk berdamai, maka ia berhak mendapatkan diyat dalam arti si pelaku kejahatan berkewajiban membayar diyat kepada mustahiq al-qishâsh.

B.     Macam-macam jarimah qishas-diyat
Maksud dari macam-macam kisas dan diyat adalah jenis-jenis dari kejahatan atau pidana yang dihukum dengan cara kisas atau diyat. Seorang ulama kontemporer yaitu Syaikh ‘Abd al-Qâdir ‘Audah menjelaskan secara global ada 5 jenis kejahatan yang masuk di dalam akibat hukum kisas atau diyat. Lima jenis kejahatan itu adalah :
1.      Pembunuhan sengaja
Pengertian pembunuhan adalah sebuah pekerjaan yang melenyapkan nyawa yaitu pembunuh jiwaPengertian lainnya adalah sebuah pekerjaan hamba yang menyebabkan hilangnya nyawa Syaikh ‘Abd al-Qâdir ‘Audah menjelaskan bahwa pembunuhan itu adalah melenyapkan ruh anak Adam dengan perbuatan anak Adam yang lain.

Bagian pertama (pembunuhan sengaja) adalah pembunuhan yang pembunuh itu sengaja memukul orang lain dengan senjata seperti pedang, pisau, tombak, timah, atau apa saja yang dapat digunakan sebagai senjata untuk memisahkan anggota jasad seperti barang yang ditajamkan seperti kayu, batu, api, dan jarum sebagai alat membunuh

Pengertian tersebut didatangkan karena makna “العمد” adalah sengaja. Sengaja adalah perkara yang samar yang tidak mungkin untuk diketahui kecuali dengan bukti yang menunjukkan kepadanya. Bukti tersebut bisa berupa penggunaan alat untuk membunuh. Maka alat tersebut dijadikan sebagai bukti kesengajaan. Secara kesimpulan alat pembunuhan tersebut menempati tempatnya pembunuhan dengan sengaja sebagai tempat persangkaan wujudnya niat untuk membunuh
2.      Pembunuhan menyamai sengaja
Menurut mazhab Hanafi adalah sesuatu pembunuhan yang dilakukan dengan menggunakan alat yang secara umumnya tidak menyebabkan kematian seperti batu kecil, kayu kecil, tongkat kecil, atau sebuah tamparan.

Dari pengertian ini, maka gambarannya adalah ketika ada orang melakukan sebuah pukulan yang secara umumnya tidak menyebabkan kematian seperti sekali tamparan, atau dengan menumbuk satu kali; akan tetapi mangsa mati, karena seperti ia memiliki sakit jantung atau lainnya, maka perbuatan ini digolongkan sebagai pembunuhan yang menyamai sengaja.

3.      Pembunuhan tidak sengaja
sebuah pembunuhan yang tidak ada niat membunuh atau memukul sama sekali. Seperti tersalah di dalam niat atau dzann pelaku: melempar sesuatu yang ia sangka haiwan buruan, ternyata manusia. Atau sangka ia kafir harbî ternyata muslim. Maksud di sini adalah kesalahan tersebut dikembalikan hati itu sendiri yaitu niat.
Termasuk di dalam pembunuhan tersalah adalah pembunuhan karena uzur syar’î yang diterima seperti orang yang tidur dengan tidak sengaja bergerak dan menjatuhi orang yang lain yang tidur di sebelahnya sehingga menyebabkan orang tadi mati
4.      Pencederaan sengaja
segala jenis penyerangan terhadap jasad manusia seperti memotong anggota badan, melukai, memukul, akan tetapi nyawa orang tersebut masih tetap dan perbuatan tersebut dilakukan dengan sengaja.

5.      Pencederaan tidak sengaja
si pelaku berniat untuk melakukan pekerjaan tersebut tapi tidak dengan niat permusuhan, seperti orang meletakkan batu di jendela, tanpa sengaja batu jatuh terkena kepala orang sehingga pecah dan terlihat tulang kepala. Atau seperti orang yang terjatuh di atas orang yang tidur dan menyebabkan tulang rusuk orang tadi patah.
C.     Sanksi dan cara pembuktian
Bagi pembunuhan sengaja (القتل العمد) maka sanksinya ada 3 yaitu asal, gantian dari asal, dan yang mengikuti. Secara global pembunuh dengan sengaja wajib terkena 3 perkara: 1) dosa besar karena ada ayat Alquran yang menyatakan ia akan tetap di neraka jahanam; 2) dikisas karena ada ayat kisas; 3) terhalang menerima warisan karena ada hadis “orang yang membunuh tidak mendapat waris apapun"
Sanksi asal pertama adalah kisas. Kisas di sini adalah dihukum bunuh sama seperti apa yang dia lakukan pada mangsa tersebut. Ketika mustahiq al-qishâsh memaafkan dengan tanpa meminta diyat, maka menurut mazhab Hanafi, Maliki, dan Syafi’I dalam sebuah pendapat; maka tidak wajib bagi pembunuh tadi membayar diyat secara paksa. Hanya saja baginya ia boleh memberinya sebagai gantian dari pemaafan dari mustahiq al-qishâsh tadi. Secara hukum si mustahiq al-qishâsh berhak untuk memaafkan secara gratis tanpa ada tuntutan diyat.

Mustahiq al-qishâsh juga berhak untuk memberi kemaafan dengan tuntutan diyat, banyak dan sedikitnya sesuai dengan kesepakatan pembunuh. Diyat di sini dianggap sebagai gantian dari kisas. Dalam hal ini, hakim tidak boleh menetapkan hukuman asal dengan gantiannya secara bersamaan bagi sebuah pekerjaan. Dalam arti, ia tidak boleh dikisas dan sekaligus membayar diyat.
Sanksi asal yang kedua yaitu membayar kafaroh,adapun kafarohnya adalah memerdekakan hamba muslim kalau di temukan,seumpama tidak maka puasa dua bulan terus menerus.
Sanksi gantian dari asal yang pertama adalah membayar diyat mughalladzah. Menurut Imam al-Syafi’I sebagai qaul jadîd diyat tersebut adalah 100 unta bagi pembunuh lelaki yang merdeka. Jumlah 100 itu dibagi 3: 30 berupa unta hiqqah, 30 unta jadza’ah, dan 40 unta khalifah. Ketika tidak dapat ditemukan maka berpindah pada harga unta-unta tersebut. Sedangkan menurut qaul qadîm jika tidak ada maka boleh membayar 100 dinar atau 12000 dirham.

Seumpama pembunuhnya perempuan merdeka maka ia adalah separuhnya diyat lelaki; yaitu 50 unta. 15 berupa unta hiqqah, 15 unta jadza’ah, dan 20 unta khalifah.

Sanksi gantian dari asal yang kedua adalah ta’zîr. Menurut mayoritas ulama, ta’zîr ini tidak wajib. Ia hanya diserahkan kepada kebijakan imam dalam melakukan apa yang dianggap munasabah dengan kemaslahatan. Maka Imam dapat memenjara atau memukul atau al-ta`dîb yang sesamanya.[1]

 Sanksi yang mengikuti kejahatan pembunuhan adalah terhalang untuk menerima waris dan wasiat. Dalam hal waris ulama sepakat, sedangkan untuk wasiat masih terjadi perbedaan pendapat
Sanksi asal pertama bagi pembunuhan yang menyamai sengaja adalah membayar diyat mughalladzah. Diyat ini sama dengan membunuh dengan sengaja. Hanya saja bedanya berada pada penangung jawab dan waktu membayarnya. Sanksi asal pertama bagi pembunuhan yang menyamai sengaja adalah membayar diyat mughalladzah. Diyat ini sama dengan membunuh dengan sengaja. Hanya saja bedanya berada pada penangung jawab dan waktu membayarnya.

Sanksi asal kedua bagi pembunuhan yang menyamai sengaja adalah membayar kafârah yaitu memerdekakan hamba muslim kalau ditemukan, seumpama tidak maka puasa 2 bulan terus menerus. Sanksi gantian bagi pembunuhan yang menyamai sengaja adalah ta’zîr. Sanksi yang mengikuti pembunuhan yang menyamai sengaja adalah terhalang untuk menerima waris dan wasiat seperti yang telah lewat.

Sanksi bagi pembunuhan bersalah yaituSanksi asalnya adalah diyat dan ta’zîr                                      
Diyat bagi pembunuhan ini adalah diyat mukhaffafah. Kadarnya dalah 100 unta dengan perinciang: 20 berupa unta jadza’ah, 20 unta hiqqah, 20 unta bintu labûn, 20 `ibn labûn dan 20 unta bintu makhâdl. Sanksi yang mengikuti adalah terhalang untuk menerima waris dan wasiat seperti yang telah lewat.

Sanksi untuk pencederaan sengaja di bagi menjadi 4 yaitu:
a)      Pencederaan anggota tubuh dengan terputusnya anggota tubuh
Sanksinya qishos ataupun diyat atau ta’zir
b)      Pencederaan dengan hilangnya kemanfaatan tubuh
Sanksinya membayar diyatatau ganti rugi atau keadilan hukum
c)       Pencederaan luka kepala dan wajah
Sanksinya sama seperti (b)
d)      Pencederaan luka selain kepala
Sanksinya pun sama dengan (b)




Pembuktian kisas dan diyat

Alat-alat bukti dalam menetapkan sebuah kejahatan yang mengakibatkan kisas atau diyat adalah sebagai berikut:
a)      Pengakuan
Pengakuan di sini harus terperinci tidak boleh subhat.
b)      Persaksian
Syarat minimal ada 2 orang saksi laki-laki yang yang adil
c)      Qarinah
Segala tanda-tanda yang zahir bersamaan dengan sesuatu yang samar
d)     Menarik diri dari sumpah
Sumpah yang di ajukan kepada terdakwa oleh hakim
e)      Al kosammah
Sebuah sumpah yang di ulang-ulang untuk kasus pembunuhan.

                IV.            Kesimpulan
Pengertian kisas secara istilah adalah “diperlakukan pada yang melakukan jinayah seperti apa ia lakukan”, sedangkan pengertian diyat adalah “harta yang wajib disebabkan jinayah terhadap orang yang merdeka dari segi jiwa atau pada apa yang selainnya”.
Adapun macam-macam qishos dan diyat yaitupembunuhan sengaja,pembunuhan tidak sengaja,pembununah menyamai sengaja,pencederaan sengaja dan pencederaan tidak sengaja.
Cara pembuktianya yaitu dari pengakuan,saksi,qorinah,qosammah,dan menarik diri dari sumpah.

                   V.            Penutup
Demikianlah makalah yang dapat kami buat.tentu dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan maka dari itu kritik dan saran yang membangun slalu kami harapkan untuk kesempurnaan makalah kami yang selanjutnya.




DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam ,Jakarta; Sinar Grafika, 2005
Hasbi Ash Shidieqy, Peradilan dan hukum acara Islam , Semarang; Pustaka Rizki putra, 1997