Menu

Tuesday 8 January 2013

makalah tentang kumulasi harta bersamadalam perceraian




I.                   PENDAHULUAN
Pengadilan Agama adalah pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara – perkara tertentu kekuasaan kehakiman itu sendiri merupakan kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna  menegakan hukum dan keadilan berdasarkan pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945 demi terselenggaranya Negara yang merdeka, yakni guna mengesahkan hukum dan keadilan, maka segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak – pihak lain di luar kekuasaan kehakiman dilarang. [1]
Pengadilan Agama adalah peradilan khusus kekuasaan pengadilan Agama ditunjukkan kepada tiga hal:
1)      Kewengangannya meliputi hukum keluarga Islam yang bersumber dari Alquran, sunah, ijtihad
2)      Kewenangan itu hanya berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia, yaitu mereka yang memeluk agama Islam
3)      Tenaga – tenaga teknis pada peradilan Agama dipersyaratkan agama Islam
Di dalam ketentuan Undang – Undang Peradilan Agama nomor 7 tahun 1989 pasal 49 ayat (1,2 dan 3) dinyatakan bahwa Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara – perkara di tingkat pertama antara orang – orang Islam yang beragama Islam di bidang: Perkawinan, kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam,wakaf dan shadaqah. 
II.                RUMUSAN MASALAH
1.      Pengertian Kumulasi
2.      Dasar Hukum Kumulasi
3.      Macam-macam Kumulasi
4.      Kumulasi Harta Bersama dalam Perceraian

III.             PEMBAHASAN
1.      Pengertian Kumulasi
Kata kumulasi berasal dari bahasa latin cumulatus artinya kumpulan tugas, kumpulan jabatan seseorang dalam masalah hukum, maka kumulasi dapat diartikan penggabungan beberapa gugatan di muka hakim. Menurut Mukti Arto kumulasi adalah gabungan beberapa gugatan hak atau gabungan beberapa pihak yang mempunyai akibat hukum yang sama, dalam satu proses perkara.[2]
Sedangkan menurut Abdul Kadir Muhammad kumulasi sebagai pengumpulan, yakni pengumpulan beberapa orang penggugat atau tergugat ataupun gabungan beberapa gugatan menjadi satu gugatan saja atau dijadikan satu perkara dalam satu surat gugatan.[3]
Menurut beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kumulasi diartikan pengumpulan atau penggabungan beberapa tuntutan atau gabungan beberapa pihak dalam satu surat gugatan.
2.      Dasar Hukum Kumulasi
Pada dasarnya undang – undang tidak melarang penggugat mengajukan gugatan terhadap beberapa orang tergugat. Penggabungan gugatan diperkenangkan apabila menguntungkan proses, yaitu apabila antara gugatan yang digabungkan itu ada koneksitas dan penggabungannya memudahkan pemeriksaan, serta akan dapat mencegah kemungkinan adanya putusan saling bertentangan. Dasar hukum kumulasi akan di fokuskan pada undang – undang nomor 7 tahun 1989 tentang pengadilan agama khususnya yang terdapat dalam pasal 66 ayat (5) sebagai berikut : permohonan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama suami istri dapat diajukan bersama – sama dengan permohonan cerai talak ataupun sesudah ikrar talak diucapkan.

Pasal 86 ayat (1) undang – undang nomor 7 tahun1989 berbunyi sebagai berikut: gugatan soal pengusaan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama suami istri dapat di ajukan bersama – sama dengan gugatan perceraian ataupun sesudah putusan perceraian memperoleh kekuasaan hukum tetap. 
3.      Macam – Macam Kumulasi
Dalam praktek, penggabungan gugatan dapat terjadi dalam 3 hal bentuk yaitu:
Perbarengan
Penggabungan model ini dapat terjadi apabila seorang penggugat mempunyai beberapa tuntutan yang menuju kepada suatu akibat  hukum saja. Apabila suatu tuntutan sudah terpenuhi maka tuntutan yang lainnya akan terpenuhi pula. Penggabungan semacam ini akan menghemat waktu, tenaga dan lebih praktis karena tiga perkara yang tujuannya sama dapat diselsesaikan sekaligus.[4]
Penggabungan Subyektif
Penggabungan model ini dapat terjadi apabila penggugat lebih dari satu orang melawan lebih dari satu orang tergugat, atau sebaliknya seorang penggugat melawan lebih dari satu orang tergugat atau sebaliknya. Dalam penggabungan subyektif, diharuskan ada keterkaitan erat mengenai masalah hukum yang dihadapi penggugat dan yang terjadi tergugat sama.[5]
Penggabungan Objektif           
Yang dimaksud kumulasi objektif adalah apabila dari salah satu objek gugatan dalam satu perkara sekaligus. Meskipun penggabungan objek ini tidak diatur secara khusus dalam peraturan perundang – undangan, tetap diperkenankan karena akan memudahkan proses berperkara dan tidak bertentangan dengan prinsip – prinsip keadilan.[6]
Menurut Sudikno Mertokusumo ada 3 hal dalam kumulasi objek yang tidak diperkenankan yaitu:
1)      Penggabungan antara gugatan yang diperiksa dengan acara khusus (perceraian) dengan acara biasa ( misalnya mengenai pelaksanaan perjanjian)
2)      Penggabungan dua atau lebih tuntutan yang salah satu diantaranya hakim tidak berwenang secara relatif untuk memeriksanya
3)      Penggabungan antara tuntutan mengenai besit dengan tuntutan mengenai besit dengan tuntutan mengenai eigendom.
4.      Kumulasi Harta Bersama Dalam Perceraian
Ketentuan hukum masalah harta bersama sebagian besar di periksa dalam sidang terbuka dan seluruh proses pemeriksaan yang berkenaan dengan perkara gugatan perceraian dilakukan dalam sidang tertutup untuk umum. Prinsip persidangan adalah terbuka untuk umum, kecuali undang-undang menentukan lain. Dalam perkara perceraian, pemeriksaan dilakukan dalam tertutup untuk umum sesuai pasal 68 ayat (2) dan pasal 80 ayat (2) undang-undang nomor 7 tahun 1989. Sedang perkara yang menyangkut masalah harta, pemeriksaannya dilakukan dalam sidang terbuka untuk umum.
Perkara kumulasi perceraian dengan gugatan harta bersama sifatnya adalah relatif berdasarkan ketentuan pasal 66 ayat (5) dan pasal 86 ayat (1) undang-undang nomor 7 tahun 1989 maka gugatan dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan harta bersama; apabila kedua perkara tersebut diajukan bersama-sama dalam satu gugatan perceraian/permohonan talak atau terjadinya penggabungan tersebut karena adanya gugatan rekonvensi dari tergugat/termohon maka kedua perkara tersebut harus diperiksa sesuai ketentuan hukum acara yang melekat pada perkara tersebut; untuk gugatan perceraian/permohonan talak acaranya adalah khusus maka harus diperiksa dalam persidangan tertutup untuk umum, sedangkan untuk gugatan harta bersama acaranya adalah acara umum/mengikat hukum acara tentang keberadaan yakni sifatnya terbuka untuk umum maka pemeriksaannya harus dilakukan dalam sidang terbuka untuk umum.
Bahwa apabila kedua perkara tersebut diperiksa dalam sidang tertutup yakni mengikuti acara pemeriksaan gugatan perceraian/permohonan talak dengan dalil apapun juga, maka pemeriksaan terhadap harta bersama adalah tidak sah apabila perkara tersebut diajukan upaya hukum (banding) maka Majlis Hakim di tingkat banding patut untuk membatalkan putusan yang menyangkut harta bersama.
Sebelum mengajukan perkara kumulasi disarankan agar memperhitungkan untung ruginya karena dalam hal kumulasi perkara diserahkan sepenuhnya kepada penggugat/termohon.
Berkaitan dengan pasal 66 ayat (5) dan pasal 86 ayat (2) undang-undang nomor 7 tahun 1989, perlu adanya aturan atau petunjuk yang khusus menyangkut tata cara pemeriksaannya karena perkara gugatan perceraian dengan gugatan harta bersama berbeda hukum acaranya.
Dalam menghadapi perkara kumulasi, teknik pemeriksaan dapat dilakukan secara bertahap sebagai berikut:
Tahap pertama : Pemeriksaan gugatan perceraian dengan segala aspeknya sampi kepada tahap kesimpulan keseluruhannya dilakukan dalam sidang kuhsus untuk umum.
Tahap kedua    : Kemudian baru dilanjutkan dengan pemeriksaan gugatan pembagian harta bersama sampai kepada tahap kesimpulan keseluruhannya dilakukan dalam sidang terbuka untuk umum.
Tahap ketiga    : Rapat permusyawaratan hakim yang dilakukan secara rahasia.
Tahap keempat            : pembacaan putusan mengenai kedua perkara yang digabung tersebut dalam sidang terbuka untuk umum.
Dengan demikian, keseluruhan pemeriksaan, baik gugatan perceraian, maupun harta bersama yang digabung menjadi sah putusannya karena pemeriksaannya sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila dalam praktek hakim menemukan perkara kumulasi gugatan perceraian dan gugatan pembagian harta bersama, maka pertama-tama yang dilakukan terlebih dahulu adalah memilah-milah dalil posita dan petitum yang berhubungan dengan harta bersama karena kalau hal ini tidak dilakukan maka akan kebingungan dalam pemeriksaan perkara apabila sudah sampai pada jawaban, Replik dan Duplik.
IV.             KESIMPULAN
Dari uraian makalah diatas dapat disimpulkansebagai berikut:
1.      Kumulasi adalah pengumpulan atau penggabungan beberapa tuntutan atau gabungan beberapa pihak dalam satu surat gugatan.
2.      Dasar hukum kumulasi adalah Pasal 86 ayat (1) undang – undang nomor 7 tahun1989.
3.      Macam – Macam Kumulasi antara lain, Perbarengan, Penggabungan Subyektif,  Penggabungan Objektif     
Menurut Sudikno Mertokusumo ada 3 hal dalam kumulasi objek yang tidak diperkenankan yaitu:
(1)   Penggabungan antara gugatan yang diperiksa dengan acara khusus (perceraian) dengan acara biasa ( misalnya mengenai pelaksanaan perjanjian)
(2)   Penggabungan dua atau lebih tuntutan yang salah satu diantaranya hakim tidak berwenang secara relatif untuk memeriksanya
(3)   Penggabungan antara tuntutan mengenai besit dengan tuntutan mengenai besit dengan tuntutan mengenai eigendom
(4)   Dalam menghadapi perkara kumulasi, teknik pemeriksaan  dilakukan secara bertahap .








V.                PENUTUP
        Demikianlah makalah yang dapat kami buat, dan kami sadar dalam penyusunan makalah ini pasti banyak terdapat kesalahan baik dari segi penulisan maupun penyajiannya dan juga dengan sangat minimnya referensi yang kami cantumkan. Untuk itu kritik saran kami harapkan dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.



DAFTAR PUSTAKA

Arto, Mukti. 1996. Praktis Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Kadir Muhammad, Abdul. 1978.  Hukum Acara Perdata Indonesia. Bandung: Alunium
Manan, Abdul. 2000.  Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama. Jakarta: Yayasan Al hikmah
Print, Darwa. 1992. Strategi Menyusun dan Mengenai Gugatan Perdata. Jakarta: Citra Aditya
Sutannadi. 1999. Peranan Keadilan Agama dalam Rumah Tangga dan Nilai Solusi, Makalah disamapikan pada seminar 10 tahun Undang – undang Peradilan Agama. Jakarta. 
                                                                                                   


[1] Sutannadi. Peranan Keadilan Agama dalam Rumah Tangga dan Nilai Solusi, Makalah disamapikan pada seminar 10 tahun Undang – undang Peradilan Agama. Jakarta.1999  
[2] Mukti Arto. Praktis Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
[3] Abdul Kadir Muhammad. Hukum Acara Perdata Indonesia. Bandung: Alunium
[4] Abdul Manan. Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama. Jakarta: Yayasan Al hikmah
[5] Darwa Print. Strategi Menyusun dan Mengenai Gugatan Perdata. Jakarta: Citra Aditya
[6] Ibid. Abdul Manan

No comments: