SHADAQAH, HIBAH, DAN HADIAH
I. PENDAHULUAN
Islam adalah agama yang diridhoi oleh Allah SWT dan
sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta melalui nabi Muhammad SAW. Semasa
hidup, beliau selalu berbuat baik dengan amalan sholeh seperti zakat, pemberian
hadiah, hibah dan lain sebagainya. karena islam menganjurkan untuk bershodaqoh
dengan tujuan menolong saudara muslim yang sedang kesusahan dan untuk mendapat
ridho Allah SWT.
Shodaqah bisa berupa uang, makanan, pakaian dan
benda-benda lain yang bermanfaat. Dalam pengertian luas, shadaqah bisa
berbentuk sumbangan pemikiran, pengorbanan tenaga dan jasa lainnya bahkan
senyuman sekalipun.
Beberapa hal diatas adalah bagian dari tolong menolong dalam kebaikan yang diperintahkan agama islam seperti pemberian hadiah, hibah dan shadaqah. Maka pada makalah yang singkat ini penulis akan sedikit menguraikan hal tersebut seberapa penting dalam dunia pendidikan Islam.
Beberapa hal diatas adalah bagian dari tolong menolong dalam kebaikan yang diperintahkan agama islam seperti pemberian hadiah, hibah dan shadaqah. Maka pada makalah yang singkat ini penulis akan sedikit menguraikan hal tersebut seberapa penting dalam dunia pendidikan Islam.
II. PERMASALAHAN
A.
Pengertian Shadaqah, Hibah,
dan hadiah
B. Rukun
Shadaqah, Hibah, dan Hadiah
C. Syarat
Shadaqah, Hibah, dan Hadiah
D. Perbedaan
Shadaqah, Hibah, dan Hadiah
E. Hikmah
Shadaqah, Hibah, dan Hadiah
III.
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Shadaqah, Hibah, dan Hadiah
1.
Pengertian Shadaqah
Shadaqah adalah memberikan sesuatu tanpa
ada tukarannya karena mengharapkan pahala di akhirat. bersadaqah berarti
memberikan sebagian harta yang kita miliki kepada pihak lain secara ikhlas dan
suka rela, semata-mata mengharapkan pahala di akhirat kelak. firman Allah SWT.
وَ مَا تُنْفِقُوْ نَ اَلاَّ اْبتِغَاءَ وَجْهِ
اللهِ وَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ خَيْرٍ يُّوَ فَّ الَِيْكُمْ
لاَ تْظْلَمُوْ نَ
Artinya :
“Dan
janganlah kamu membelanjakan sesuatu karena mencari keridhaan Allah. Dan apa
saja harta yang baik kanu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahala yang cukup
dan sedikit pun kamu tidak akan dianiaya.
(Al-Baqarah 272).
Shadaqah merupakan salah satu amal shaleh
yang tidak akan terputus pahalanya, seperti sabda Rasulullah SAW:
Artinya : "Apabila seseorang telah meninggal dunia, maka
terputuslah semua amalnya kecuali tiga perkara, shadaqah jariyah, ilmu yang
bermanfaat, anak shaleh yang selalu mendo'akan kedua orang tuanya". (HR.
Muslim)
Pemberian shadaqah kepada perorangan
lebih utama kepada orang yang terdekat dahulu, yakni sanak famili dan keluarga,
anak-anak yatim tetangga terdekat, teman sejawat, dan seterusnya.
2. Pengertian Hibah
Pengertian Kata hibah berasal dari bahasa
Arab yang telah menjadi bahasa Indonesia. Hal ini wajar dan logis, karena
masuknya Islam ke Indonesia yang kemudian dianut sebagai agama oleh bangsa
Indonesia dimana agama Islam dan sumber ajarannya adalah berbahasa Arab.
Pengertian
Hibah dilihat dari dua sisi, yaitu dari sudut bahasa dan pengertian menurut
istilah/terminologi. Menurut bahasa (harfiah), hibah berarti pemberian atau
memberikan. Menurut istilah, Hibah ialah memberikan sesuatu hak milik kepada
orang lain untuk memilikinya dengan masud berbuat baik dan yang dilakukan dalam
masa hidup.[1]
Pasal 1666 KUHPerdata menyatakan sebagai berikut:
“Penghibahan suatu persetujuan dengan mana seorang
penghibah menyerahkan barang secara
cuma-cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan yang menerima penyerahan barang itu.
Undang-Undang hanya mengakui penghibahan-penghibahan antara orang-orang yang
masih hidup.
Dikalangan
Ulama Madzhab terkenal seperti Imam Hanafi, Imam Maliki, berbeda di dalam
memberikan rumusan dan batasan tentang Hibah. Pertama Imam Hanafi : Hibah ialah
memberikan hak memiliki suatu benda dengan tanpa ada syarat harus diganti
kepada orang lain dengan tanpa imbalan.
Kedua Imam Maliki : Hibah ialah memberikan hak
memiliki suatu zat/materi dengan tanpa mengharapkan ganti rugi/imbalan,
semata-mata hanya diperuntukkan bagi orang yang diberi (Mauhub Lah).
Artinya di pemberi hanya ingin menyenangkan orang yang diberinya saja tanpa
mengharapkan imbalan pahala dari Allah SWT.
Hukum
hibah adalah mubah ( boleh ), sebagaimana sabda Rasulullah sebagai berikut :
Artinya : "Dari Khalid bin Adi sesungguhnya Nabi SAW telah bersabda
"siapa yang diberi kebaikan oleh
dengan tidak berlebih-Iebihan dan tidak karena diminta maka hendaklah
diterima jangan ditolak. Karena sesungguhnya yang demikian itu merupakan rizki
yang diberikan oleh Allah kepadanya". (HR. Ahmad),
Di
dalam sendiri terdapat beberapa contoh
permasalahan antara lain:
1. Pendapat
ulama tentang pencabutan hibah
Menurut
fuqaha mencabut kembali hibah (al-i’tishar) itu boleh, Malik dan Jumhur ulama
Madinah berpendapat bahwa ayah boleh mencabut kembali pemberian yang dihibahkan
kepada anaknya selama anak itu belum kawin atau belum membuat utang. Begitu
pula seorang ibu boleh mencabut kembali pemberian yang telah dihibahkannya,
apabila ayah masih hidup. Tetapi ada riwayat dari Malik bahwa ibu tidak boleh
mencabut hibahnya kembali.
Ahmad
dan fuqaha Zhahiri berpendapat bahwa seseorang tidak boleh mencabut kembali
pemberian yang telah dihibahkannya. Dalam pada itu, Abu Hanifah berpendapat
bahwa seseorang boleh mencabut kembali pemberian yang telah dihibahkan kepada
perempuan (dzawil arham) yang tidak boleh dikawini (mahram). Fuqaha sependapat
bahwa seseorang tidak boleh mencabut kembali hibahnya yang dimaksudkan sebagai
sedekah ,yakni untuk memperolah keridaan Allah.
Silang
pendapat ini berpangkal pada adanya pertentangan antara beberapa hadis. fuqaha
yang melarang secara mutlak pencabutan kembali hibah dengan pengertian umum hadis sahih, yaitu
sabda Nabi :
“Orang yang mencabut
kembali hibahnya tak ubahnya seekor anjing yang
kembali muntahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sementara
yang mengecualikan larangan tersebut bagi kedua orang tua beralasan sabda Nabi :
“Tidak bagi orang yang memberi hibah untuk mencabut
kembali hibahnya kecuali ayah.” (HR. Bukhari dan Nasai)
2. Hibah Barang Milik Bersama
Fuqaha
berselisih pendapat tentang kebolehan menghibahkan barang milik bersama
yang bisa dibagi. Menurut Malik,
Syafi’I, Ahmad, dan Abu Tsaur bahwa hibah seperti ini sah, sedang menurut Abu
Hanifah tidak sah. Fuqaha yang berpegangan bahwa penerimaan hak milik bersama
itu sah seperti penerimaan jual beli, sementara Abu Hanifah berpegangan bahwa
penerimaan hibah itu tidak sah kecuali secara terpisah dan tersendiri seperti
halnya gadai.
3. Penghibahan barang yang tidak (belum)
ada.
Menurut
Mazhab Malik bahwa menghibahkan barang yang tidak jelas (majhul) dan barang
yang (belum) ada (ma’dum), tetapi dapat
diperkirakan akan ada itu boleh. Menurut Syafi’I, setiap barang yang boleh
dijual boleh pula dihibahkan seperti piutang. Dan setiap barang yang tidak
boleh dijual tidak boleh dihibahkan, juga setiap barang yang tidak sah diterima
tidak sah pula dihibahkan seperti piutang dan gadai.[2]
3. Pengertian Hadiah
Hadiah adalah pemberian sesuatu kepada
seseorang dengan maksud untuk mmnuliakan atau memberikan penghargaan.
Rasulullah SAW menganjurkan kepada umatnya agar saling memberikan hadiah.
Karena yang demikian itu dapat menumbuhkan kecintaan dan saling menghormati
antara sesama.
Hadiah
adalah memberikan sesuatu tanpa ada imbalannya dan dibawa ke tempat orang yang
akan di beri, karena hendak memuliakanya. Hadiah merupakan suatu penghargaan
dari pemberi kepada si penerima atas prestasi atau yang dikehendakinya.
Rasulullah SAW bersabda : Artinya:
"Hendaklah kalian saling memberikan hadiah, niscaya kalian akan saling
menyayangi " ( HR. Abu Ya'la )
Hukum
hadiah adalah boleh ( mubah ). Nabi sendiripun juga sering menerima dan memberi
hadiah kepada sesama muslim, sebagaimana sabdanya: Artinya: "Rasulullah
SAW menerima hadiah dan beliau selalu membalasnya". (HR. AI Bazzar)
B. Rukun Shadaqah, Hibah, dan Hadiah
1.
Rukun shadaqah
Rukun shadaqah dan syaratnya
masing-masing adalah sebagai berikut :
·
Orang yang memberi, syaratnya orang yang memiliki benda itu dan berhak
untuk mentasharrufkan ( memperedarkannya )
·
Orang yang diberi, syaratnya berhak memiliki. Dengan demikian tidak syah
memberi kepada.anak yang masih dalam kandungan ibunya atau memberi kepada
binatang, karena keduanya
tidak berhak memiliki sesuatu
tidak berhak memiliki sesuatu
Ijab
dan qabul, ijab ialah pernyataan pemberian dari orang yang memberi sedangkan
qabul ialah pernyataan penerimaan dari orang yang menerima pemberian.
Barang yang diberikan, syaratnya barang yang
dapat dijual
Perbedaan shadaqah dan infak, bahwa shadaqah lebih bersifat umum dan luas, sedangkan infak adalah pemberian yang dikeluarkan pad a waktu menerima rizki atau karunia Allah. Namun keduanya memiliki kesamaan, yakni tidak menentukan kadar, jenis, maupun jumlah, dan diberikan dengan mengharap ridha Allah semata.
Perbedaan shadaqah dan infak, bahwa shadaqah lebih bersifat umum dan luas, sedangkan infak adalah pemberian yang dikeluarkan pad a waktu menerima rizki atau karunia Allah. Namun keduanya memiliki kesamaan, yakni tidak menentukan kadar, jenis, maupun jumlah, dan diberikan dengan mengharap ridha Allah semata.
Bershadaqah haruslah
dengan niat yang ikhlas, jangan ada niat ingin dipuji (riya) atau dianggap
dermawan, dan jangan menyebut-nyebut shadaqah yang sudah dikeluarkan, apalagi
menyakiti hati si penerima. Sebab yang demikian itu dapat menghapuskan pahala
shadaqah. Allah berfirman dalam surat AI Baqarah ayat 264 :
Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan ( paha/a) shadaqahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti ( perasaan di penerima ), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia ..." (QS. AI Baqarah : 264)
Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan ( paha/a) shadaqahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti ( perasaan di penerima ), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia ..." (QS. AI Baqarah : 264)
2. Rukun Hibah
Rukun hibah ada empat, yaitu :
a.
Pemberi hibah ( Wahib )
b. Penerima hibah ( Mauhub Lahu )
c. Barang yang dihibahkan .
d. Penyerahan
( Ijab Qabul )
Hibah
dapat dianggap syah apabila pemberian itu sudah mengalami proses serah terima.
Jika hibah itu baru diucapkan dan belum terjadi serah terima maka yang demikian
itu belum termasuk hibah. Jika barang yang dihibahkan itu telah diterima maka
yang menghibahkan tidak boleh meminta kembaJi kecuali orang yang memberi itu
orang tuanya sendiri (ayah/ibu) kepada anaknya
3. Rukun Hadiah
Rukun hadiah dan rukun hibah sebenarnya
sama dengan rukun shadaqah, yaitu :
a.
Orang yang memberi, syaratnya
orang yang memiliki benda itu dan yang berhak mentasyarrufkannya. Orang yang
diberi, syaratnya orang yang berhak memiliki. Ijab dan qabul. Barang yang
diberikan, syaratnya barangnya dapat dijual.
C. Syarat Shadaqah, Hibah, dan Hadiah
1. Syarat Shadaqah, dan Hadiah
a. Orang yang memberikan shadaqah atau hadiah itu sehat akalnya dan
tidak dibawah perwalian orang lain. Hadiah orang gila, anak-anak dan orang yang
kurang sehat jiwanya (seperti pemboros) tidak sah shadaqah dan hadiahnya.
Penerima haruslah orang yang benar-benar
memerlukan karena keadaannya yang terlantar. Penerima shadaqah atau hadiah
haruslah orang yang berhak memiliki, jadi shadaqah atau hadiah kepada anak yang
masih dalam kandungan tidak sah. Barang yang dishadaqahkan atau dihadiahkan
harus bermanfaat bagi penerimanya
2. Syarat Hibah
Syarat menurut ulama
Hanabilah ada 11 :
1. Hibah dari harta yang boleh di tasharrufkan
2. Terpilih dan sungguh-sungguh
3. Harta yang diperjualbelikan
4. Tanpa adanya pengganti
5. Orang yang sah memilikinya
6. Sah menerimanya
7. Walinya sebelum pemberi dipandang cukup waktu
8. Menyempurnakan pemberian
9. Tidak disertai syarat waktu
10 .Pemberi sudah dipandang mampu tasharruf
(merdeka, dan mukallaf)
11.Mauhub harus berupa harta yang khusus untuk
dikeluarkan.[3]
Syarat-syarat barang yang
di hibahkan adalah :
a.
Barang yangdi hibahkan itu jelas terlihat wujudnya,
Barang yang di hibahkan
adalah barang yang memiliki nilai atau harga. Barang yang di hibahkan itu
adalah betul-betul milik orang yang memberikan hibah dan berpindah status
pemiliknya dari tangan pemberi hibah ke tangan penerima hibah.
D. Perbedaan Shadaqah, Hibah, dan Hadiah
Shadaqah ditujukan kepada orang terlantar, sedangkan
hadiah ditujukan kepada orang yang berprestasi. Shadaqah untuk membantu
orang-orang terlantar memenuhi kebutuhan pokoknya, sedangkan hadiah adalah
sebagai kenang-kenangan dan penghargaan kepada orang yang dihormati.
Shadaqah adalah wajib dikeluarkan jika keadaan
menghendaki sedangkan hadiah hukumnya mubah (boleh).
A.
Hikmah Shadaqah, Hibah, dan Hadiah
1.
Hikmah Shadaqah
a.Menumbuhkan
ukhuwah Islamiyah
b.Dapat menghindarkan dari berbagai bencana
c. Akan dicintai Allah SWT
2. Hikmah Hibah
Adapun hikmah hibah adalah :
a. Menumbuhkan rasa kasih
sayang kepada ses ama
b. Menumbuhkan sikap saling
tolong menolong
c. Dapat mempererat tali
silaturahmi
d. Menghindarkan diri dari
berbagai malapetaka
3.
Hikmah Hadiah
a.Menjadi
unsur bagi suburnya kasih sayang
b. Menghilangkan tipu daya
dan sifat kedengkian.
Sabda Nabi Muhammad SAW. :
تَهَادُوْافَإِنَّ
الْهَدِيَّةَتُذْهِبُ وَحَرَّالصَّدْرِ (رواه ابو يعلى)
“Saling hadiah-menghadiahkan
kamu, karena dapat menghilangkan tipu daya dan kedengkian” (HR. Abu Ya’la).
عَلَيْكُمْ
بِالْهَدَايَافَاِنَّهَاتُورِثُ الْمَوَدَّةَوَتُذْهِبُ الضَّغَائِنَ (رواه
الديلمى)
“Hendaklah
kamu saling memberi
hadiah, karena ia akan mewariskan kecintaan dan menghilangkan
kedengkian-kedengkian” (HR. Dailami).
IV.
KESIMPULAN
Shadaqah adalah
memberikan sesuatu tanpa ada tukarannya karena mengharapkan pahala di akhirat.
Hibah ialah memberikan sesuatu hak milik kepada orang lain untuk memilikinya
dengan masud berbuat baik dan yang dilakukan dalam masa hidup yang memberi.
Hadiah adalah pemberian sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk mmnuliakan
atau memberikan penghargaan. Adapun
mengenai syarat, dan rukun ialah sama seperti yang telah dibahas di atas.
V.
PENUTUP
Demikianlah makalah ini kami buat, semoga
dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Apabila ada kesalahan dari
segi isi maupun dalam penulisan, itu merupakan kelemahan serta kekurangan kami
sebagai insan biasa.
DAFTAR
PUSTAKA
Ø Rusyd,
Ibnu, 2007, Bidayatul Mujtahid, Jakarta : Putaka Amani, jilid. 3
Ø Syafe’i, Rachmat, 2006, Fiqh Muamalah,
Bandung : Pustaka Setia, cet. 3
Ø Karim, Helmi,
1997, Fiqh Muamalah, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, edisi 1, cet. 2
No comments:
Post a Comment