Menu

Friday, 8 June 2012

makalah tentang shodaqoh, hibah dan hadiah


SHADAQAH, HIBAH, DAN HADIAH


I.       PENDAHULUAN
Islam adalah agama yang diridhoi oleh Allah SWT dan sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta melalui nabi Muhammad SAW. Semasa hidup, beliau selalu berbuat baik dengan amalan sholeh seperti zakat, pemberian hadiah, hibah dan lain sebagainya. karena islam menganjurkan untuk bershodaqoh dengan tujuan menolong saudara muslim yang sedang kesusahan dan untuk mendapat ridho Allah SWT.
Shodaqah bisa berupa uang, makanan, pakaian dan benda-benda lain yang bermanfaat. Dalam pengertian luas, shadaqah bisa berbentuk sumbangan pemikiran, pengorbanan tenaga dan jasa lainnya bahkan senyuman sekalipun.
Beberapa hal diatas adalah bagian dari tolong menolong dalam kebaikan yang diperintahkan agama islam seperti pemberian hadiah, hibah dan shadaqah. Maka pada makalah yang singkat ini penulis akan sedikit menguraikan hal tersebut seberapa penting dalam dunia pendidikan Islam.

II.      PERMASALAHAN
A.       Pengertian Shadaqah, Hibah, dan hadiah
B.    Rukun Shadaqah, Hibah, dan Hadiah
C.    Syarat Shadaqah, Hibah, dan Hadiah
D.   Perbedaan Shadaqah, Hibah, dan Hadiah
E.    Hikmah Shadaqah, Hibah, dan Hadiah

III.    PEMBAHASAN
A.   Pengertian Shadaqah, Hibah, dan Hadiah
1.              Pengertian Shadaqah
Shadaqah adalah memberikan sesuatu tanpa ada tukarannya karena mengharapkan pahala di akhirat. bersadaqah berarti memberikan sebagian harta yang kita miliki kepada pihak lain secara ikhlas dan suka rela, semata-mata mengharapkan pahala di akhirat kelak. firman Allah SWT.

وَ مَا تُنْفِقُوْ نَ  اَلاَّ اْبتِغَاءَ وَجْهِ اللهِ  وَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ  خَيْرٍ  يُّوَ فَّ الَِيْكُمْ  لاَ تْظْلَمُوْ نَ
Artinya :
“Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu karena mencari keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik kanu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahala yang cukup dan sedikit pun kamu tidak akan dianiaya.  (Al-Baqarah 272).

Shadaqah merupakan salah satu amal shaleh yang tidak akan terputus pahalanya, seperti sabda Rasulullah SAW:
Artinya : "Apabila seseorang telah meninggal dunia, maka terputuslah semua amalnya kecuali tiga perkara, shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, anak shaleh yang selalu mendo'akan kedua orang tuanya". (HR. Muslim)
Pemberian shadaqah kepada perorangan lebih utama kepada orang yang terdekat dahulu, yakni sanak famili dan keluarga, anak-anak yatim tetangga terdekat, teman sejawat, dan seterusnya.
  2.       Pengertian Hibah
Pengertian Kata hibah berasal dari bahasa Arab yang telah menjadi bahasa Indonesia. Hal ini wajar dan logis, karena masuknya Islam ke Indonesia yang kemudian dianut sebagai agama oleh bangsa Indonesia dimana agama Islam dan sumber ajarannya adalah berbahasa Arab.
Pengertian Hibah dilihat dari dua sisi, yaitu dari sudut bahasa dan pengertian menurut istilah/terminologi. Menurut bahasa (harfiah), hibah berarti pemberian atau memberikan. Menurut istilah, Hibah ialah memberikan sesuatu hak milik kepada orang lain untuk memilikinya dengan masud berbuat baik dan yang dilakukan dalam masa hidup.[1]
Pasal 1666 KUHPerdata menyatakan sebagai berikut:
“Penghibahan  suatu persetujuan dengan mana seorang penghibah menyerahkan  barang secara cuma-cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan  yang menerima penyerahan barang itu. Undang-Undang hanya mengakui penghibahan-penghibahan antara orang-orang yang masih hidup.
Dikalangan Ulama Madzhab terkenal seperti Imam Hanafi, Imam Maliki, berbeda di dalam memberikan rumusan dan batasan tentang Hibah. Pertama Imam Hanafi : Hibah ialah memberikan hak memiliki suatu benda dengan tanpa ada syarat harus diganti kepada orang lain dengan tanpa imbalan.
 Kedua Imam Maliki : Hibah ialah memberikan hak memiliki suatu zat/materi dengan tanpa mengharapkan ganti rugi/imbalan, semata-mata hanya diperuntukkan bagi orang yang diberi (Mauhub Lah). Artinya di pemberi hanya ingin menyenangkan orang yang diberinya saja tanpa mengharapkan imbalan pahala dari Allah SWT.
Hukum hibah adalah mubah ( boleh ), sebagaimana sabda Rasulullah sebagai berikut : Artinya : "Dari Khalid bin Adi sesungguhnya Nabi SAW telah bersabda "siapa yang diberi kebaikan oleh  dengan tidak berlebih-Iebihan dan tidak karena diminta maka hendaklah diterima jangan ditolak. Karena sesungguhnya yang demikian itu merupakan rizki yang diberikan oleh Allah kepadanya". (HR. Ahmad),
Di dalam  sendiri terdapat beberapa contoh permasalahan antara lain:

                        1.         Pendapat ulama tentang pencabutan hibah
Menurut fuqaha mencabut kembali hibah (al-i’tishar) itu boleh, Malik dan Jumhur ulama Madinah berpendapat bahwa ayah boleh mencabut kembali pemberian yang dihibahkan kepada anaknya selama anak itu belum kawin atau belum membuat utang. Begitu pula seorang ibu boleh mencabut kembali pemberian yang telah dihibahkannya, apabila ayah masih hidup. Tetapi ada riwayat dari Malik bahwa ibu tidak boleh mencabut hibahnya kembali.
Ahmad dan fuqaha Zhahiri berpendapat bahwa seseorang tidak boleh mencabut kembali pemberian yang telah dihibahkannya. Dalam pada itu, Abu Hanifah berpendapat bahwa seseorang boleh mencabut kembali pemberian yang telah dihibahkan kepada perempuan (dzawil arham) yang tidak boleh dikawini (mahram). Fuqaha sependapat bahwa seseorang tidak boleh mencabut kembali hibahnya yang dimaksudkan sebagai sedekah ,yakni untuk memperolah keridaan Allah.
Silang pendapat ini berpangkal pada adanya pertentangan antara beberapa hadis. fuqaha yang melarang secara mutlak pencabutan kembali hibah  dengan pengertian umum hadis sahih, yaitu sabda Nabi :
“Orang yang mencabut kembali hibahnya tak ubahnya seekor anjing yang  kembali muntahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
 Sementara  yang mengecualikan larangan tersebut bagi kedua orang tua beralasan  sabda Nabi :
“Tidak  bagi orang yang memberi hibah untuk mencabut kembali hibahnya kecuali ayah.” (HR. Bukhari dan Nasai)

                        2.         Hibah Barang Milik Bersama
Fuqaha berselisih pendapat tentang kebolehan menghibahkan barang milik bersama yang  bisa dibagi. Menurut Malik, Syafi’I, Ahmad, dan Abu Tsaur bahwa hibah seperti ini sah, sedang menurut Abu Hanifah tidak sah. Fuqaha yang berpegangan bahwa penerimaan hak milik bersama itu sah seperti penerimaan jual beli, sementara Abu Hanifah berpegangan bahwa penerimaan hibah itu tidak sah kecuali secara terpisah dan tersendiri seperti halnya gadai.
                        3.         Penghibahan barang yang tidak (belum) ada.
Menurut Mazhab Malik bahwa menghibahkan barang yang tidak jelas (majhul) dan barang yang  (belum) ada (ma’dum), tetapi dapat diperkirakan akan ada itu boleh. Menurut Syafi’I, setiap barang yang boleh dijual boleh pula dihibahkan seperti piutang. Dan setiap barang yang tidak boleh dijual tidak boleh dihibahkan, juga setiap barang yang tidak sah diterima tidak sah pula dihibahkan seperti piutang dan gadai.[2]
3.    Pengertian Hadiah
Hadiah adalah pemberian sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk mmnuliakan atau memberikan penghargaan. Rasulullah SAW menganjurkan kepada umatnya agar saling memberikan hadiah. Karena yang demikian itu dapat menumbuhkan kecintaan dan saling menghormati antara sesama.
Hadiah adalah memberikan sesuatu tanpa ada imbalannya dan dibawa ke tempat orang yang akan di beri, karena hendak memuliakanya. Hadiah merupakan suatu penghargaan dari pemberi kepada si penerima atas prestasi atau yang dikehendakinya. Rasulullah SAW  bersabda : Artinya: "Hendaklah kalian saling memberikan hadiah, niscaya kalian akan saling menyayangi " ( HR. Abu Ya'la )
Hukum hadiah adalah boleh ( mubah ). Nabi sendiripun juga sering menerima dan memberi hadiah kepada sesama muslim, sebagaimana sabdanya: Artinya: "Rasulullah SAW menerima hadiah dan beliau selalu membalasnya". (HR. AI Bazzar)
B.    Rukun Shadaqah, Hibah, dan Hadiah
1.    Rukun shadaqah
Rukun shadaqah dan syaratnya masing-masing adalah sebagai berikut :
·        Orang yang memberi, syaratnya orang yang memiliki benda itu dan berhak untuk mentasharrufkan ( memperedarkannya )
·        Orang yang diberi, syaratnya berhak memiliki. Dengan demikian tidak syah memberi kepada.anak yang masih dalam kandungan ibunya atau memberi kepada binatang, karena keduanya
tidak berhak memiliki sesuatu
Ijab dan qabul, ijab ialah pernyataan pemberian dari orang yang memberi sedangkan qabul ialah pernyataan penerimaan dari orang yang menerima pemberian.
 Barang yang diberikan, syaratnya barang yang dapat dijual
Perbedaan shadaqah dan infak, bahwa shadaqah lebih bersifat umum dan luas, sedangkan infak adalah pemberian yang dikeluarkan pad a waktu menerima rizki atau karunia Allah. Namun keduanya memiliki kesamaan, yakni tidak menentukan kadar, jenis, maupun jumlah, dan diberikan dengan mengharap ridha Allah semata.
Bershadaqah haruslah dengan niat yang ikhlas, jangan ada niat ingin dipuji (riya) atau dianggap dermawan, dan jangan menyebut-nyebut shadaqah yang sudah dikeluarkan, apalagi menyakiti hati si penerima. Sebab yang demikian itu dapat menghapuskan pahala shadaqah. Allah berfirman dalam surat AI Baqarah ayat 264 :
Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan ( paha/a) shadaqahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti ( perasaan di penerima ), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia ..." (QS. AI Baqarah : 264)

2.    Rukun Hibah
Rukun hibah ada empat, yaitu :
a.                            Pemberi hibah ( Wahib )
b.    Penerima hibah ( Mauhub Lahu )
c.    Barang yang dihibahkan .
d.    Penyerahan ( Ijab Qabul )

Hibah dapat dianggap syah apabila pemberian itu sudah mengalami proses serah terima. Jika hibah itu baru diucapkan dan belum terjadi serah terima maka yang demikian itu belum termasuk hibah. Jika barang yang dihibahkan itu telah diterima maka yang menghibahkan tidak boleh meminta kembaJi kecuali orang yang memberi itu orang tuanya sendiri (ayah/ibu) kepada anaknya
3.    Rukun Hadiah
Rukun hadiah dan rukun hibah sebenarnya sama dengan rukun shadaqah, yaitu :
a.          Orang yang memberi, syaratnya orang yang memiliki benda itu dan yang berhak mentasyarrufkannya. Orang yang diberi, syaratnya orang yang berhak memiliki. Ijab dan qabul. Barang yang diberikan, syaratnya barangnya dapat dijual.

C.    Syarat Shadaqah, Hibah, dan Hadiah
1.  Syarat Shadaqah, dan Hadiah
a.    Orang yang memberikan shadaqah atau hadiah itu sehat akalnya dan tidak dibawah perwalian orang lain. Hadiah orang gila, anak-anak dan orang yang kurang sehat jiwanya (seperti pemboros) tidak sah shadaqah dan hadiahnya.
Penerima haruslah orang yang benar-benar memerlukan karena keadaannya yang terlantar. Penerima shadaqah atau hadiah haruslah orang yang berhak memiliki, jadi shadaqah atau hadiah kepada anak yang masih dalam kandungan tidak sah. Barang yang dishadaqahkan atau dihadiahkan harus bermanfaat bagi penerimanya
2.  Syarat Hibah
Syarat  menurut ulama Hanabilah ada 11 :
1. Hibah dari harta yang boleh di tasharrufkan
2. Terpilih dan sungguh-sungguh
3. Harta yang diperjualbelikan
4. Tanpa adanya pengganti
5. Orang yang sah memilikinya
6. Sah menerimanya
7. Walinya sebelum pemberi dipandang cukup waktu
8. Menyempurnakan pemberian
9. Tidak disertai syarat waktu
10 .Pemberi sudah dipandang mampu tasharruf (merdeka, dan   mukallaf)
11.Mauhub harus berupa harta yang khusus untuk dikeluarkan.[3]
Syarat-syarat barang yang di hibahkan adalah :
a.         Barang yangdi hibahkan itu jelas terlihat wujudnya,
Barang yang di hibahkan adalah barang yang memiliki nilai atau harga. Barang yang di hibahkan itu adalah betul-betul milik orang yang memberikan hibah dan berpindah status pemiliknya dari tangan pemberi hibah ke tangan penerima hibah.
D.      Perbedaan Shadaqah, Hibah, dan Hadiah
Shadaqah ditujukan kepada orang terlantar, sedangkan hadiah ditujukan kepada orang yang berprestasi. Shadaqah untuk membantu orang-orang terlantar memenuhi kebutuhan pokoknya, sedangkan hadiah adalah sebagai kenang-kenangan dan penghargaan kepada orang yang dihormati.
Shadaqah adalah wajib dikeluarkan jika keadaan menghendaki sedangkan hadiah hukumnya mubah (boleh).
A.     Hikmah Shadaqah, Hibah, dan Hadiah
1.      Hikmah Shadaqah
a.Menumbuhkan ukhuwah Islamiyah
b.Dapat menghindarkan dari berbagai bencana
c. Akan dicintai Allah SWT

2.      Hikmah Hibah
Adapun hikmah hibah adalah :
a.       Menumbuhkan rasa kasih sayang kepada ses ama
b.      Menumbuhkan sikap saling tolong menolong
c.       Dapat mempererat tali silaturahmi
d.      Menghindarkan diri dari berbagai malapetaka

3.      Hikmah Hadiah
a.Menjadi unsur bagi suburnya kasih sayang
b. Menghilangkan tipu daya dan sifat kedengkian.

Sabda Nabi Muhammad SAW. :
تَهَادُوْافَإِنَّ الْهَدِيَّةَتُذْهِبُ وَحَرَّالصَّدْرِ (رواه ابو يعلى)
“Saling hadiah-menghadiahkan kamu, karena dapat menghilangkan tipu daya dan kedengkian” (HR. Abu Ya’la).

عَلَيْكُمْ بِالْهَدَايَافَاِنَّهَاتُورِثُ الْمَوَدَّةَوَتُذْهِبُ الضَّغَائِنَ (رواه الديلمى)

“Hendaklah kamu saling memberi hadiah, karena ia akan mewariskan kecintaan dan menghilangkan kedengkian-kedengkian” (HR. Dailami).



IV.     KESIMPULAN
Shadaqah adalah memberikan sesuatu tanpa ada tukarannya karena mengharapkan pahala di akhirat.
Hibah ialah memberikan sesuatu hak milik kepada orang lain untuk memilikinya dengan masud berbuat baik dan yang dilakukan dalam masa hidup yang memberi. Hadiah adalah pemberian sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk mmnuliakan atau memberikan penghargaan. Adapun mengenai syarat, dan rukun ialah sama seperti yang telah dibahas di atas.

V.       PENUTUP
   Demikianlah makalah ini kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Apabila ada kesalahan dari segi isi maupun dalam penulisan, itu merupakan kelemahan serta kekurangan kami sebagai insan biasa.


























DAFTAR PUSTAKA

Ø  Rusyd, Ibnu, 2007, Bidayatul Mujtahid, Jakarta : Putaka Amani, jilid. 3
Ø  Syafe’i, Rachmat, 2006, Fiqh Muamalah, Bandung : Pustaka Setia, cet. 3
Ø Karim, Helmi, 1997, Fiqh Muamalah, Jakarta : PT Raja Grafindo                  Persada, edisi 1, cet. 2






[1]  Helmi Karim, 1997, Fiqh Muamalah, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, edisi 1, cet. 2, hal. 73

[2]Ibnu Rusyd, 2007, Bidayatul Mujtahid, Jakarta : Putaka Amani, jilid. 3, hal. 350-361
[3]Rachmat Syafe’i, 2006, Fiqh Muamalah, Bandung : Pustaka Setia, cet. 3, hal. 242-246

No comments: