Menu

Sunday, 17 June 2012

makalah ulumul qur'an tentang al-qur'an dan wahyu


I.                   PENDAHULUAN
Al Qur’an  yang telah diturunnkan beberapa abad yang lalu, tepatnya pada tahun ke-40 dari lahirnya nabi Muhammad SAW ternyata masih menimbulkan banyak kontroversi. Masih relevankah Al Qur’an?. Pertanyaan seperti ini masih sering didengarkan sebagai wujud keraguan yang mulai muncul sehubungan dengan relevansinya Al Qur’an pada zaman sekarang. Kemujmalan Al Qur’an juga merupakan sebuah misteri, mengapa Allah harus mengeluarkan firmannya dalam bentuk bahasa yang mujmal, bukankah dengan kemujmalan makna Al Qur’an dapat mempersullit setiap muslim untuk mempelajari Al Qur’an?. Padahal Al Qur’an merupakan sumber utama dalam penentuan hukum Islam. Seandainya Al Qur’an dapat dengan mudah dipahami tanpa adanya makna-makna yang ambigu dan sulilt, tetunya setiap muslim dapat mengetahui alas an-alasan atau dasar-dasar pijakan setiap amaliyah mereka.
Namun Allah, sebagai ashabul qoil berfirman didalam surat al Baqoroh ayat 1 yang berbunyi:
لِلْمُتَّقِينَ هُدًى فِيهِ رَيْبَ ال الْكِتَابُ ذَلِكَ
“Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa,”
Ayat di atas menunjukkan bahwa  tiada keraguan di dalam Al Qur’an yang telah diturunkan beberapa abad yang lalu. Dari ayat di atas dapat diketahui bahwa orang-orang yang ragu akan kebenaran Al Qur’an berarti salah satu syarat taqwa belum tercapai.
Jika dicoba untuk mensinkronkan kedua hal di atas, maka dapat ditarik benang merah, yaitu sebagai seorang muslim diwajibkan untuk mempercayai kebenaran Al Qur’an, karena Al Qur’an memang benar dan dapat dibuktikan kebenarannya. Namun untuk membuktikan kebenaran memerlukan ilmu-ilmu pendukung, di antarnya adalah nasikh mansukh, asbabun nuzul dan lain sebagainya yang terkumpul dalam ulum Al Qur’an. Dengan disiplin ilmu inilah dapat dibuka kebenaran-kebenaran Al Qur’an yang masih diragukan itu. Kemujmalan Al Qur’an yang sempat menjadi momok yang menakutkan bagi pembedah Al Qur’an dapat teratasi dengan adanya disiplin ilmu Ulumul Qur’an.

II.               RUMUSAN MASALAH
Sebelum mempelajari ulumul quran yang cukup rumuit itu, tidak ada salahnya jika dipelajari Al Qur’annya sendiri dimana kitab ini merupakan revelasi dari Allah kepada umat manusia dengan mengutus nabi Muhammad.
Untuk itu beberapa hal yang akan dibahas pada makalah ini adalah
·         Pengertian Al Qur’an
·         Nama-nama lain Al Qur’an
·         Penngertian wahyu
·         Al Qur’an dan Al hadits
·         Garis-garis besar isi kandungan Al Qur’an
III.                PEMBAHASAN MASALAH
  1. Pengertian Al Qur’an
Dalam pembahasan pertama ini akan dibahas pengertian Al quran secara etimologi dan terminologi.
1.1.Etimologi
Nama Al Qur’an muncul bukan hasil dari pemikiran manusia, namun nama Al Qur’an sendiri itu muncul di dalam kitab itu sendiri. Berawal dari pemikiran itulah muncul sebuah pendapat yang mengatakan bahwa Al Qur’an bukanlah hasil definisi dari sebuah kata, namun Al Qur’an adalah sebuah isim alam yang diiberikan Allah kepada kitab suci ini. Diantaranya adalah pendapat dari imam Syafi’i yang merasa tidak perlu mengupas asal usul pemberian nama ini, karena Allahlah yang memang memberi nama demikian, sama saja ketika Allah member nama Taurat dan Injil kepada nabi Musa dan nabi Isa AS.[1]
Namun, beda ulama beda pendapat, beberapa ulama juga ada yang mengartikan bahwa Al Qur’an adalah hasil dari definisi sebuah kata, mereka berusaha menggali makna dan asal usul kata Al Qur’an, diantaranya adalah:
        Al-zarkasi dalam kitab Al-Burhan fi Ulumil Quran menurunkan pendapat bahwa yang mengatakan Al Qur’an berasal dari kata “al qoryu” yang berarti “al-jam’u” atau “kumpulan”. Pengertian ini diangkat dari kebiasaan orang arab yang sering biasa mengucapkan kalimat “aku mengumpulkan air dalam kolam”. Alasannya, menurut al Roghib, karena Al Qur’an merupakan kumpulan buah kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya. Alasan lainnya, karena Al Qur’an menghimpun berbgai macam ilmu. Ini berarti, sejalan dengan keterangan Allah di dalam surah Al An’am ayat 38 yang mengatakan
4 $¨B $uZôÛ§sù Îû É=»tGÅ3ø9$# `ÏB &äóÓx«
Tiadalah kami tidak mengalpakan sesuatu pun di dalam Al Kitab”.
Golongan Mutaakhirin, Al Qur’an berasal dari kata “qara’a” yang berarti dan yang bila diindonesiakan menjadi tampak, jelas atau gambling. Alasannya, karena orang yang membaca Al Qur’an berarti ia menampakkan dan mengeluarkan Al Qur’an.
  Al Qurthuby, ,menurut beliau kitab suci agam Islam ini disbbut Qur’an (tanpa hamzah). Karena diangkat dari kata qoro’in yang berarti partner. Alasannya antara satu ayat dan ayat lainnya merupakan partner yang saling mendukung dan saling membenarkan.
Dr Abd al-Mun’im al-Namr dari mesir sepakat dengan Dr. TM. Hasbi Ash-Shiddiqy dari Indonesia. Kedua ulama ini menurunkan            dalam pengertian           yang terasa lebih tepat. Alquran menurut mereka adalah mashdar yang mempunyai makna isim maf’ul. Dengan demikian Al Quran berarti          (yang dibaca). Misalnya ayat yang berbunyi :
قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ فَإِذَا
“Jika kami telah usai membacanya, maka ikutilah bacaannya itu (Al Qiyamah, ayat 18)[2].”
1.2. Terminology
Definisi secara terminology juga banyak pendapat yang mendefinisikannya, salah satu pendapat yang disepakati ulama dari ahi ushul adalah kalam Allah yang tiada tandingannya (mu’jizat), yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW, penutup para nabi dan Rasul dengan perantaraan malaikat Jibril AS dimulai dengan surat al Fatihah dan diskhhiri dengan surat Al Nash dan ditulis dalam mushaf-mushaf yang disampaikan kepada kita secara mutawatir serta mempelajarinya merupakan suatu ibadah.[3]
Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Al Qur’an merupakan sebuah metode penurunan wahyu yang lafal dan maknanya berasal dari Allah, karena ketika malaikat Jibril memberikan sebuah ayat Al Qur’an sudah dalam bentuk kata-kata sebagaimana yang disampaikan oleh para sahabatnya.
2.      Nama-nama Al Qur’an
Selain nama al Quran yang sering disebutkan dalam kitab tersebut sebagaimana yang sering dikenal oleh mayoritas muslim, masih ada beberapa nama yang juga dirujukkan kepada al quran. Menurut Al Qodhi Abu al Ma’aly ‘Aziziy bin Abdul Malik mengatakan Al Quran memiliki 55 buah nama, diantaranya adalah:
-          Al-Kitab ( الْكِتَابُ)
Sebagaimana surat Al-Dukhon ayat 1 dan 2 yang berbunyi
الْمُبِينِ وَالْكِتَابِ
Demi kitab (AlQuran) yang menjelaskan”
-          Al Qur’an  (الْقُرْآنِ )
وَحْيُهُ إِلَيْكَ يُقْضَى أَنْ قَبْلِ مِنْ الْقُرْآنِبِتَعْجَلْ وَلا
عِلْمً زِدْنِي رَبِّ وَقُلْ
“Dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al Qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan."
-         Kalam  (هاللَّكَلامَ )
يَسْمَعَ حَتَّى فَأَجِرْهُ اسْتَجَارَكَ الْمُشْرِكِينَ مِنَ حَدٌ أَ وَإِنْ
يَعْلَمُونَ ال قَوْمٌ بِأَنَّهُمْ ذَلِكَ مَأْمَنَهُ أَبْلِغْهُ ثُمَّ هاللَّكَلامَ
“Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui”
-          Al Furqon ( الْفُرْقَانَ )
نَذِيرًا لِلْعَالَمِينَ لِيَكُونَ عَبْدِهِ عَلَى الْفُرْقَانَ نَزَّلَ لَّذِي ا تَبَارَكَ
“Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqaan (Al Qur'an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam,”
-          Al Dzikro  (ذِكْرٌ )
مُنْكِرُونَ لَهُ أَفَأَنْتُمْ أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ ذِكْرٌ وَهَذَا
“Dan Al Qur'an ini adalah suatu kitab (peringatan) yang mempunyai berkah yang telah Kami turunkan. Maka mengapakah kamu mengingkarinya?”[4]
Dan masih banyak lagi yang tidak bias ditulis dalam makalah ini, karena keterbatasan waktu.
3.      Pengertian Wahyu
Sebelum membahas pengertian wahyu lebih lanjut, marilah kkita bedah sebuah ayat dalam Al Qur’an surat al Syuro, ayat 51 sebagai berikut:
وْأَ حِجَابٍ وَرَاءِ مِنْ أَوْ يًاوَحْ إِلا اللَّهُ يُكَلِّمَهُ أَنْ لِبَشَرٍ كَانَ وَمَا حَكِيمٌ عَلِيٌّ إِنَّهُ يَشَاءُ مَا بِإِذْنِهِ فَيُوحِيَ ا رَسُوليُرْسِلَ
“Dan tidak ada bagi seorang manusia pun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana”
Kalau dipahami lebih dalam, ayat di atas menjelaskan bahwa Allah berkomunikasi dengan manusia melalui tiga cara, yaitu dengan perantaraan wahyu, langsung bertemu dengan utusannya sebagaimana ketika nabi Muhammad SAW isra’ mi’ raj, mengirim utusan sebagaimana ketika nabi Muhammad ketika menerima wahyu yang pertama kali.
Sedangkan wahyu sendiri jika dilihat dari beberapa ayat Al Qur’an adalah sebagai berikut:
-          Isyarat
وَعَشِيًّا بُكْرَةً سَبِّحُوا أَنْ إِلَيْهِمْ فَأَوْحَى الْمِحْرَابِ مِنَ قَوْمِهِ عَلَى فَخَرَجَ
“Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia memberi isyarat kepada mereka; hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang(QS Maryam : 11)
Ayat di atas menceritakan tentang nabi Zakariya yang banyak menghabiskan waktunya di dalam mihrab untuk beribadah. Pada suatu saat beliau keluar dari mihrob untuk mewahyukan kepada kaumnya agar mereka bertasbih di waktu pagi dan petang.
Menururt Prof. Dr. Abd al Mun’im Al Namr kata فَأَوْحَى di atas diartikan sebagai isyarat, karena tidak mungkin nabi Zakariya member wahyu kepada umatnya sebagaimana Allah kepada hambanya.
-          Bisikan
وَالْجِنِّ إنْسِل ا شَيَاطِينَ عَدُوًّا نَبِيٍّ لِكُلِّ جَعَلْنَا وَكَذَلِكَ
شَاءَ وَلَوْ ا غُرُورًالْقَوْلِ زُخْرُفَ بَعْضٍ إِلَى بَعْضُهُمْحِي يُو
يَفْتَرُونَ وَمَا فَذَرْهُمْ فَعَلُوهُ مَا رَبُّكَ
”Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jika Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.”( Al An’am : 112)
Dari ayat di atas, bila diartikan sebagai mewahyukan maka tidak mungkin, karena impossible jika setan memberikan wahyu. Maka wahyu di atas diartikan sebagai bisiskan.
-          Instink
يَعْرِشُونَ وَمِمَّا شَّجَرِ ل ا وَمِنَ بُيُوتًا الْجِبَالِ مِنَ اتَّخِذِي أَنِ النَّحْلِ إِلَى رَبُّكَ وَأَوْحَى
“Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia". ( QS. Al Nahl : 68)
Dari ayat di atas, dappat dipahami bahwa tidak mungkin lebah menerima wahyu dari allah, karena kehidupan lebah yang mengambil tanah dari pegunungan untuk dijadikan rumah-rumah itu adalah instink dari Allah.
-          Ilham
………… أَرْضِعِيهِ أَنْ مُوسَى أُمِّ إِلَى وَأَوْحَيْنَا
“Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa; "Susuilah dia,” (Al Qoshos: 7)
Kata auha di atas tidak dapat diartikan bahwa allah memeberikan wahyu kepada ibu Musa, karena bukan sorang nabi, sehingga dapat diartikan sebagai ilham.[5]
Dari berbagai ayat di atas dapat diambil benang merah bahwa wahyu adalah isyarat, bisikan, instink, ilham dari Allah terhadap hamba yang telah dipilihnya yang selanjutnya disebut sebagai nabi atau rosul.
Beberapa cara allah dalam memeberikan wahyu kepada para nabi adalah sebagai berikut :
-          Datangnya malaikat yang mengagetkan seperti bel yang suaranya keras/
-          Malaikat datang sebagai wujud manusia kemudian berkata-kata.
-          Malaikat  datang dalam mimpi seorang nabi atau rosul
-          Allah memeberikan wahyu langsung kepada nabi atau rosul, baik dalam keadaan sadar maupun dalam keadaan tidur.[6]
4.      Al Qur’an dan al Hadits
Sebagaimana keterangan di atas bahwa Al Qur’an dan Al Hadits adalah dua sumber hukum yang pertama yang dijadiakn rujukan oleh para ulama untuk menentukan sebuah hukum. Kalau Al Qur’an adalah sebagaimana keterangan di atas, maka apakah yang disebut Al Hadits?
            Hadits adalah segala perkataan (sabda), perbuatan dan ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama Islam. Hadits dijadikan sumber hukum dalam agama Islam selain Al Qur'an, Ijma dan Qiyas, dimana dalam hal ini, kedudukan hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al Qur'an.

Hadits dibagi menjadi tiga golongan yaitu :
-          Hadits Qauliyyah yaitu hadits-hadits rosulullah yang beliau katakana dalam berbagai tujuan dan konteks.
-          Hadits fi’liyyah yaitu perbuatan-perbuatan Rosulullah SAW sebagaimana tindakannya menunaikan sholat lima waktu dengan cara-caranya dan rukun-rukunnya.
-          Hadits taqririyyah yaitu sesuatu yang timbul dari sahabat Rasulullah  yang telah diakui Rasulullah baik berupa ucapan maupun perbuatan.[7]
1.1.Hubungan antara Al Quran dan Al Hadits
Hubungan antara Al Quran dan Al Hadits dari segi penggunaan istinbath syara’ adalah al Hadits sebagai sumber hukum urutan kedua setelah Al quran. Jadi seorang mujtahid jika akan menetapkan sebuah hukum, pertama dilihat dari dari Al Quran kemudian Al Hadits.
Dari pengantar di atas dapat diambil kesimpulan bahwa hubungan Al Qur’an dan Al Hadits adalah sebagai berikut :
-          Al Hadits sebagai pengukuh Al Qur’an
-          Al Hadits sebagai pemerinci atau penafsir dan pembatas Al Qur’an
-          Kadangkala Al Hadits adalah pembuat hukum yang belum ada di dalam al Qur’an.[8]
1.2.Perbedaan Al Qu’ran dan Al Hadits
Sama-sama sebagai sumber hokum Islam, al Quran dan Al Hadits juga mempunyai banyak perbedaan, diantaranya adalah :
-          Al Qur’an adalah wahyu dari allah kepada nabi Muhammad yang kandungan dan kata-katanya berasal dari Allah, sedngkan Al Hadits isi kandungannya dari Allah tapi struktur kalimatnya dari nabi Muhammad sendiri.
-          Al Qur’an sebagai sumber hukum yang pertama sedangkan Al Hadits adalah sumbebr hokum yang kedua setelah Al Qur’an.
-           Kandungan Al Qur’an bersifat global, sedangkan Al Hadits lebih banyak bersifat terperinci.
5.      Garis-garis besar isi kandungan Al Qur’an
Secara garis besar, kandungan ayat-ayat al Quran dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu
Ø  Ayat-ayat yang berhubungan dengan keimanan, baik iman kepada Allah, malaikat, kitab kitab Allah, rosul-rosul Allah dan hari akhir. Atau dapat dikatakan kandungan yang pertama adalah pembahasan ilmu kalam (tauhid) dan ushul Al –dien.
Ø  Ayat-ayat yang berhubungan dengan pekerjaan-pekerjaan hati, seperti mengnajurkan bberakhlak mulia. Atau dapat dikatakan kandungan yang kedua adalah pembahasan akhlak.
Ø  Ayat-ayat yang berhubungnan dengan pekerjaan anggota badan seperti perintah-perintah, larangan-larangan, pilihan-pilihan. Atau dapat dikatakan kandungan yang ketiga adalah pembahasan fiqih.[9]
IV.             PENUTUP
  1. Simpulan
Ø  Alquran adalah kalam Allah yang tiada tandingannya (mu’jizat), yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW, penutup para nabi dan Rasul dengan perantaraan malaikat Jibril AS dimulai dengan surat al Fatihah dan diskhhiri dengan surat Al Nash dan ditulis dalam mushaf-mushaf yang disampaikan kepada kita secara mutawatir serta mempelajarinya merupakan suatu ibadah.
Ø  Nama-nama lain Al-Quran adalah:
Al Quran, Al Kalam, Al Kitab, Al Furqon, Al Dzikro dan lain-lain
Ø  wahyu adalah isyarat, bisikan, instink, ilham dari Allah terhadap hamba yang telah dipilihnya yang selanjutnya disebut sebagai nabi atau rosul.
Ø  Hubungan Al Quran dan Al Hadits adalah sebagai berikut :
-          Al Hadits sebagai pengukuh Al Quran
-          Al Hadits sebagai pemerinci atau penafsir dan pembatas Al Quran
-          Al Hadits adalah pembuat hukum yang belum ada di dalam al Quran.
Ø  Garis-garis besar kandungan Alquran dibagi menjadi tiga, yaitu :
-          Tauhhid
-          Akhlaq
-          Fiqih
  1. Daftar Pustaka
Ø  Marzuki Kamaluddin, Ulumul Quran, Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 1994
Ø  Ash-Shabuuny Muhammad ali, Studi Ilmu Al-Quran, Bandung : CV Pustaka Setia, h. 15
Ø  Al Kudhori Muhammad, Tarikh Tasyri’ Islami, Surabaya : Al Hidayah.
Ø  Al Suyuthi Jalal Al Din, Al Itqon fi ‘Ulum Al Quran
Ø  Badruddin Imam, m. Abdullah al zarkasy, Al Burhan fi Ulum Al Quran, Lebanon : Dar Al Ma’rifah. Jilid 1,
Ø  Khallaf Abd. Al Wahab, Ilmu Ushul fiqih, Semarang : Dina Utama,1994.
Ø  Kad Muhammad ali Ash-Shabuuny, Studi Ilmu Al-Quran, Bandung : CV Pustaka Setia, h. 15





[1] Kamaluddin Marzuki, Ulumul Quran, Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 1994
[2] Idem, h. 05
[3] Muhammad ali Ash-Shabuuny, Studi Ilmu Al-Quran, Bandung : CV Pustaka Setia, h. 15
[4] Imam badruddin, m. Abdullah al zarkasy, Al Burhan fi Ulum Al Quran, Lebanon : Dar Al Ma’rifah. Jilid 1, h. 273
[5] Kamaluddin Marzuqi, Op. Cit. h. 10-12
[6] Jalal Al Din Al Suyuthi, Al Itqon fi ‘Ulum Al Quran
[7] Abd. Al Wahab khallaf, Ilmu Ushul fiqih, Semarang : Dina Utama,1994. H. 40-41
[8] Ibid, h. 47-48
[9] Muhammad Al Kudhori, Tarikh Tasyri’ Islami, Surabaya : Al Hidayah. H. 17

No comments: