I.
PENDAHULUAN
Al
Qur’an yang telah diturunnkan beberapa
abad yang lalu, tepatnya pada tahun ke-40 dari lahirnya nabi Muhammad SAW
ternyata masih menimbulkan banyak kontroversi. Masih relevankah Al Qur’an?.
Pertanyaan seperti ini masih sering didengarkan sebagai wujud keraguan yang
mulai muncul sehubungan dengan relevansinya Al Qur’an pada zaman sekarang.
Kemujmalan Al Qur’an juga merupakan sebuah misteri, mengapa Allah harus
mengeluarkan firmannya dalam bentuk bahasa yang mujmal, bukankah dengan
kemujmalan makna Al Qur’an dapat mempersullit setiap muslim untuk mempelajari Al
Qur’an?. Padahal Al Qur’an merupakan sumber utama dalam penentuan hukum Islam.
Seandainya Al Qur’an dapat dengan mudah dipahami tanpa adanya makna-makna yang
ambigu dan sulilt, tetunya setiap muslim dapat mengetahui alas an-alasan atau
dasar-dasar pijakan setiap amaliyah mereka.
Namun
Allah, sebagai ashabul qoil berfirman didalam surat al Baqoroh ayat 1 yang berbunyi:
لِلْمُتَّقِينَ هُدًى فِيهِ رَيْبَ ال الْكِتَابُ
ذَلِكَ
“Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa,”
Ayat
di atas menunjukkan bahwa tiada keraguan
di dalam Al Qur’an yang telah diturunkan beberapa abad yang lalu. Dari ayat di
atas dapat diketahui bahwa orang-orang yang ragu akan kebenaran Al Qur’an berarti
salah satu syarat taqwa belum tercapai.
Jika
dicoba untuk mensinkronkan kedua hal di atas, maka dapat ditarik benang merah,
yaitu sebagai seorang muslim diwajibkan untuk mempercayai kebenaran Al Qur’an,
karena Al Qur’an memang benar dan dapat dibuktikan kebenarannya. Namun untuk
membuktikan kebenaran memerlukan ilmu-ilmu pendukung, di antarnya adalah nasikh
mansukh, asbabun nuzul dan lain sebagainya yang terkumpul dalam ulum Al Qur’an.
Dengan disiplin ilmu inilah dapat dibuka kebenaran-kebenaran Al Qur’an yang
masih diragukan itu. Kemujmalan Al Qur’an yang sempat menjadi momok yang
menakutkan bagi pembedah Al Qur’an dapat teratasi dengan adanya disiplin ilmu Ulumul
Qur’an.
II.
RUMUSAN
MASALAH
Sebelum
mempelajari ulumul quran yang cukup rumuit itu, tidak ada salahnya jika
dipelajari Al Qur’annya sendiri dimana kitab ini merupakan revelasi dari Allah
kepada umat manusia dengan mengutus nabi Muhammad.
Untuk
itu beberapa hal yang akan dibahas pada makalah ini adalah
·
Pengertian Al Qur’an
·
Nama-nama lain Al
Qur’an
·
Penngertian
wahyu
·
Al Qur’an dan Al
hadits
·
Garis-garis besar isi
kandungan Al
Qur’an
III.
PEMBAHASAN
MASALAH
- Pengertian Al Qur’an
Dalam
pembahasan pertama ini akan dibahas pengertian Al quran secara etimologi dan
terminologi.
1.1.Etimologi
Nama
Al Qur’an muncul bukan hasil dari pemikiran manusia, namun nama Al Qur’an sendiri
itu muncul di dalam kitab itu sendiri. Berawal dari pemikiran itulah muncul
sebuah pendapat yang mengatakan bahwa Al Qur’an bukanlah hasil definisi dari
sebuah kata, namun Al Qur’an adalah sebuah isim alam yang diiberikan Allah
kepada kitab suci ini. Diantaranya adalah pendapat dari imam Syafi’i yang
merasa tidak perlu mengupas asal usul pemberian nama ini, karena Allahlah yang
memang memberi nama demikian, sama saja ketika Allah member nama Taurat dan
Injil kepada nabi Musa dan nabi Isa
AS.[1]
Namun,
beda ulama beda pendapat, beberapa ulama juga ada yang mengartikan bahwa Al Qur’an
adalah hasil dari definisi sebuah kata, mereka berusaha menggali makna dan asal
usul kata Al Qur’an, diantaranya adalah:
Al-zarkasi
dalam kitab Al-Burhan fi Ulumil Quran menurunkan pendapat bahwa yang mengatakan
Al Qur’an berasal dari kata “al qoryu” yang berarti “al-jam’u” atau “kumpulan”.
Pengertian ini diangkat dari kebiasaan orang arab yang sering biasa mengucapkan
kalimat “aku mengumpulkan air dalam kolam”. Alasannya, menurut al Roghib,
karena Al Qur’an merupakan kumpulan buah kitab-kitab yang diturunkan
sebelumnya. Alasan lainnya, karena Al Qur’an menghimpun berbgai macam ilmu. Ini
berarti, sejalan dengan keterangan Allah di dalam surah Al An’am ayat 38 yang
mengatakan
4
$¨B $uZôÛ§sù Îû É=»tGÅ3ø9$# `ÏB &äóÓx«
“Tiadalah kami tidak mengalpakan sesuatu pun
di dalam Al Kitab”.
Golongan
Mutaakhirin, Al Qur’an berasal dari kata “qara’a”
yang berarti dan yang bila diindonesiakan menjadi tampak, jelas atau gambling.
Alasannya, karena orang yang membaca Al Qur’an berarti ia menampakkan dan
mengeluarkan Al Qur’an.
Al Qurthuby, ,menurut beliau kitab suci agam
Islam ini disbbut Qur’an (tanpa hamzah). Karena diangkat dari kata qoro’in yang
berarti partner. Alasannya antara satu ayat dan ayat lainnya merupakan partner
yang saling mendukung dan saling membenarkan.
Dr
Abd al-Mun’im al-Namr dari mesir sepakat dengan Dr. TM. Hasbi Ash-Shiddiqy dari
Indonesia.
Kedua ulama ini menurunkan dalam
pengertian yang terasa lebih tepat. Alquran menurut
mereka adalah mashdar yang mempunyai makna isim maf’ul. Dengan demikian Al
Quran berarti (yang dibaca). Misalnya ayat yang berbunyi :
قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ فَإِذَا
“Jika kami telah usai membacanya,
maka ikutilah bacaannya itu (Al Qiyamah, ayat 18)[2].”
1.2.
Terminology
Definisi secara terminology juga banyak
pendapat yang mendefinisikannya, salah satu pendapat yang disepakati ulama dari
ahi ushul adalah kalam Allah yang tiada
tandingannya (mu’jizat), yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW, penutup para
nabi dan Rasul dengan perantaraan malaikat Jibril AS dimulai dengan surat al
Fatihah dan diskhhiri dengan surat Al Nash dan ditulis dalam mushaf-mushaf yang
disampaikan kepada kita secara mutawatir serta mempelajarinya merupakan suatu
ibadah.[3]
Dari pengertian di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa Al Qur’an merupakan sebuah metode penurunan wahyu yang lafal
dan maknanya berasal dari Allah, karena ketika malaikat Jibril memberikan
sebuah ayat Al Qur’an sudah dalam bentuk kata-kata sebagaimana yang disampaikan
oleh para sahabatnya.
2.
Nama-nama
Al Qur’an
Selain nama al Quran yang sering
disebutkan dalam kitab tersebut sebagaimana yang sering dikenal oleh mayoritas
muslim, masih ada beberapa nama yang juga dirujukkan kepada al quran. Menurut
Al Qodhi Abu al Ma’aly ‘Aziziy bin Abdul Malik mengatakan Al Quran memiliki 55
buah nama, diantaranya adalah:
-
Al-Kitab ( الْكِتَابُ)
Sebagaimana surat
Al-Dukhon ayat 1 dan 2 yang berbunyi
الْمُبِينِ وَالْكِتَابِ
“Demi kitab (AlQuran) yang
menjelaskan”
-
Al
Qur’an (الْقُرْآنِ
)
وَحْيُهُ إِلَيْكَ يُقْضَى أَنْ قَبْلِ مِنْ
الْقُرْآنِبِتَعْجَلْ وَلا
عِلْمً زِدْنِي رَبِّ وَقُلْ
“Dan
janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al Qur'an sebelum disempurnakan
mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku
ilmu pengetahuan."
-
Kalam
(هاللَّكَلامَ )
يَسْمَعَ حَتَّى فَأَجِرْهُ اسْتَجَارَكَ الْمُشْرِكِينَ
مِنَ حَدٌ أَ وَإِنْ
يَعْلَمُونَ ال قَوْمٌ بِأَنَّهُمْ ذَلِكَ
مَأْمَنَهُ أَبْلِغْهُ ثُمَّ هاللَّكَلامَ
“Dan jika
seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka
lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia
ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak
mengetahui”
-
Al Furqon ( الْفُرْقَانَ )
نَذِيرًا لِلْعَالَمِينَ لِيَكُونَ عَبْدِهِ
عَلَى الْفُرْقَانَ نَزَّلَ لَّذِي ا تَبَارَكَ
“Maha Suci
Allah yang telah menurunkan Al-Furqaan (Al Qur'an) kepada hamba-Nya, agar dia
menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam,”
-
Al
Dzikro (ذِكْرٌ )
مُنْكِرُونَ لَهُ أَفَأَنْتُمْ أَنْزَلْنَاهُ
مُبَارَكٌ ذِكْرٌ وَهَذَا
“Dan Al
Qur'an ini adalah suatu kitab (peringatan) yang mempunyai berkah yang telah
Kami turunkan. Maka mengapakah kamu mengingkarinya?”[4]
Dan masih banyak lagi yang tidak bias ditulis dalam makalah ini,
karena keterbatasan waktu.
3.
Pengertian Wahyu
Sebelum membahas pengertian
wahyu lebih lanjut, marilah kkita bedah sebuah ayat dalam Al Qur’an surat al Syuro, ayat 51
sebagai berikut:
وْأَ حِجَابٍ وَرَاءِ مِنْ أَوْ يًاوَحْ إِلا
اللَّهُ يُكَلِّمَهُ أَنْ لِبَشَرٍ كَانَ وَمَا حَكِيمٌ عَلِيٌّ إِنَّهُ يَشَاءُ مَا
بِإِذْنِهِ فَيُوحِيَ ا رَسُوليُرْسِلَ
“Dan tidak
ada bagi seorang manusia pun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan
perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan
(malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki.
Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana”
Kalau dipahami lebih dalam,
ayat di atas menjelaskan bahwa Allah berkomunikasi dengan manusia melalui tiga
cara, yaitu dengan perantaraan wahyu, langsung bertemu dengan utusannya
sebagaimana ketika nabi Muhammad SAW isra’ mi’ raj, mengirim utusan sebagaimana
ketika nabi Muhammad ketika menerima wahyu yang pertama kali.
Sedangkan wahyu sendiri jika dilihat dari beberapa ayat Al
Qur’an adalah sebagai berikut:
-
Isyarat
وَعَشِيًّا بُكْرَةً سَبِّحُوا أَنْ إِلَيْهِمْ فَأَوْحَى الْمِحْرَابِ مِنَ قَوْمِهِ عَلَى
فَخَرَجَ
“Maka ia
keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia memberi isyarat kepada mereka;
hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang(QS Maryam : 11)
Ayat di atas menceritakan tentang nabi Zakariya yang banyak
menghabiskan waktunya di dalam mihrab untuk beribadah. Pada suatu saat beliau
keluar dari mihrob untuk mewahyukan kepada kaumnya agar mereka bertasbih di
waktu pagi dan petang.
Menururt Prof. Dr. Abd al Mun’im Al Namr kata فَأَوْحَى di atas diartikan sebagai
isyarat, karena tidak mungkin nabi Zakariya member wahyu kepada umatnya
sebagaimana Allah kepada hambanya.
-
Bisikan
وَالْجِنِّ إنْسِل ا شَيَاطِينَ عَدُوًّا نَبِيٍّ
لِكُلِّ جَعَلْنَا وَكَذَلِكَ
شَاءَ وَلَوْ ا غُرُورًالْقَوْلِ زُخْرُفَ
بَعْضٍ إِلَى بَعْضُهُمْحِي يُو
يَفْتَرُونَ وَمَا فَذَرْهُمْ فَعَلُوهُ مَا
رَبُّكَ
”Dan
demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari
jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian
yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jika
Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah
mereka dan apa yang mereka ada-adakan.”( Al An’am : 112)
Dari ayat di atas, bila
diartikan sebagai mewahyukan maka tidak mungkin, karena impossible jika setan
memberikan wahyu. Maka wahyu di atas diartikan sebagai bisiskan.
-
Instink
يَعْرِشُونَ وَمِمَّا شَّجَرِ ل ا وَمِنَ بُيُوتًا
الْجِبَالِ مِنَ اتَّخِذِي أَنِ النَّحْلِ إِلَى رَبُّكَ وَأَوْحَى
“Dan
Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di
pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia". ( QS. Al
Nahl : 68)
Dari ayat di atas, dappat
dipahami bahwa tidak mungkin lebah menerima wahyu dari allah, karena kehidupan
lebah yang mengambil tanah dari pegunungan untuk dijadikan rumah-rumah itu
adalah instink dari Allah.
-
Ilham
………… أَرْضِعِيهِ أَنْ مُوسَى أُمِّ إِلَى
وَأَوْحَيْنَا
“Dan Kami
ilhamkan kepada ibu Musa; "Susuilah dia,” (Al Qoshos: 7)
Kata auha di atas tidak
dapat diartikan bahwa allah memeberikan wahyu kepada ibu Musa, karena bukan
sorang nabi, sehingga dapat diartikan sebagai ilham.[5]
Dari berbagai ayat di atas
dapat diambil benang merah bahwa wahyu
adalah isyarat, bisikan, instink, ilham dari Allah terhadap hamba yang telah
dipilihnya yang selanjutnya disebut sebagai nabi atau rosul.
Beberapa cara allah dalam
memeberikan wahyu kepada para nabi adalah sebagai berikut :
-
Datangnya
malaikat yang mengagetkan seperti bel yang suaranya keras/
-
Malaikat
datang sebagai wujud manusia kemudian berkata-kata.
-
Malaikat datang dalam mimpi seorang nabi atau rosul
-
Allah
memeberikan wahyu langsung kepada nabi atau rosul, baik dalam keadaan sadar
maupun dalam keadaan tidur.[6]
4.
Al Qur’an dan al Hadits
Sebagaimana keterangan di
atas bahwa Al Qur’an dan Al Hadits adalah dua sumber hukum yang pertama yang
dijadiakn rujukan oleh para ulama untuk menentukan sebuah hukum. Kalau Al
Qur’an adalah sebagaimana keterangan di atas, maka apakah
yang disebut Al Hadits?
Hadits adalah segala perkataan
(sabda), perbuatan dan ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang
dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama Islam. Hadits
dijadikan sumber hukum dalam agama Islam selain Al Qur'an, Ijma dan Qiyas,
dimana dalam hal ini, kedudukan hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al Qur'an.
Hadits
dibagi menjadi tiga golongan yaitu :
-
Hadits
Qauliyyah yaitu hadits-hadits rosulullah yang beliau katakana dalam berbagai
tujuan dan konteks.
-
Hadits
fi’liyyah yaitu perbuatan-perbuatan Rosulullah SAW sebagaimana tindakannya
menunaikan sholat lima
waktu dengan cara-caranya dan rukun-rukunnya.
-
Hadits
taqririyyah yaitu sesuatu yang timbul dari sahabat Rasulullah yang telah diakui Rasulullah baik berupa
ucapan maupun perbuatan.[7]
1.1.Hubungan antara Al Quran dan Al Hadits
Hubungan antara Al Quran dan Al Hadits dari segi penggunaan
istinbath syara’ adalah al Hadits sebagai sumber hukum urutan kedua setelah Al
quran. Jadi seorang mujtahid jika akan menetapkan sebuah hukum, pertama dilihat
dari dari Al Quran kemudian Al Hadits.
Dari pengantar di atas dapat diambil kesimpulan bahwa hubungan Al
Qur’an dan Al Hadits adalah sebagai berikut :
-
Al
Hadits sebagai pengukuh Al Qur’an
-
Al
Hadits sebagai pemerinci atau penafsir dan pembatas Al Qur’an
1.2.Perbedaan Al Qu’ran dan Al Hadits
Sama-sama sebagai sumber hokum Islam, al Quran dan Al Hadits juga
mempunyai banyak perbedaan, diantaranya adalah :
-
Al Qur’an adalah wahyu dari allah kepada nabi Muhammad yang kandungan
dan kata-katanya berasal dari Allah, sedngkan Al Hadits isi kandungannya dari
Allah tapi struktur kalimatnya dari nabi Muhammad sendiri.
-
Al
Qur’an sebagai sumber hukum yang pertama sedangkan Al Hadits adalah sumbebr
hokum yang kedua setelah Al Qur’an.
-
Kandungan Al Qur’an bersifat global, sedangkan
Al Hadits lebih banyak bersifat terperinci.
5.
Garis-garis besar isi kandungan Al Qur’an
Secara garis besar, kandungan ayat-ayat al Quran dapat dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu
Ø Ayat-ayat yang berhubungan dengan keimanan, baik iman kepada
Allah, malaikat, kitab kitab Allah, rosul-rosul Allah dan hari akhir. Atau
dapat dikatakan kandungan yang pertama adalah pembahasan ilmu kalam (tauhid)
dan ushul Al –dien.
Ø Ayat-ayat yang berhubungan dengan pekerjaan-pekerjaan hati,
seperti mengnajurkan bberakhlak mulia. Atau dapat dikatakan kandungan yang
kedua adalah pembahasan akhlak.
Ø Ayat-ayat yang berhubungnan dengan pekerjaan anggota badan seperti
perintah-perintah, larangan-larangan, pilihan-pilihan. Atau dapat dikatakan
kandungan yang ketiga adalah pembahasan fiqih.[9]
IV.
PENUTUP
- Simpulan
Ø Alquran
adalah kalam Allah yang tiada
tandingannya (mu’jizat), yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW, penutup para
nabi dan Rasul dengan perantaraan malaikat Jibril AS dimulai dengan surat al
Fatihah dan diskhhiri dengan surat Al Nash dan ditulis dalam mushaf-mushaf yang
disampaikan kepada kita secara mutawatir serta mempelajarinya merupakan suatu
ibadah.
Ø Nama-nama lain Al-Quran adalah:
Al Quran, Al Kalam, Al Kitab, Al Furqon, Al Dzikro dan lain-lain
Ø wahyu
adalah isyarat, bisikan, instink, ilham dari Allah terhadap hamba yang telah
dipilihnya yang selanjutnya disebut sebagai nabi atau rosul.
Ø
Hubungan
Al Quran dan Al Hadits adalah sebagai berikut :
-
Al
Hadits sebagai pengukuh Al Quran
-
Al
Hadits sebagai pemerinci atau penafsir dan pembatas Al Quran
-
Al Hadits
adalah pembuat hukum yang belum ada di dalam al Quran.
Ø Garis-garis besar kandungan Alquran dibagi menjadi tiga, yaitu :
-
Tauhhid
-
Akhlaq
-
Fiqih
- Daftar Pustaka
Ø Marzuki
Kamaluddin, Ulumul Quran, Bandung : PT Remaja Rosda
Karya, 1994
Ø Ash-Shabuuny
Muhammad ali, Studi Ilmu Al-Quran, Bandung : CV Pustaka
Setia, h. 15
Ø Al
Kudhori Muhammad, Tarikh Tasyri’ Islami,
Surabaya : Al
Hidayah.
Ø Al
Suyuthi Jalal Al Din, Al Itqon fi ‘Ulum
Al Quran
Ø Badruddin
Imam, m. Abdullah al zarkasy, Al Burhan
fi Ulum Al Quran, Lebanon
: Dar Al Ma’rifah. Jilid 1,
Ø Khallaf
Abd. Al Wahab, Ilmu Ushul fiqih, Semarang
: Dina Utama,1994.
Ø Kad Muhammad ali Ash-Shabuuny, Studi Ilmu Al-Quran, Bandung : CV Pustaka Setia, h. 15
[1]
Kamaluddin Marzuki, Ulumul Quran, Bandung : PT Remaja Rosda
Karya, 1994
[2]
Idem, h. 05
[3]
Muhammad ali Ash-Shabuuny, Studi Ilmu
Al-Quran, Bandung
: CV Pustaka Setia, h. 15
[4]
Imam badruddin, m. Abdullah al zarkasy, Al
Burhan fi Ulum Al Quran, Lebanon
: Dar Al Ma’rifah. Jilid 1, h. 273
[5]
Kamaluddin Marzuqi, Op. Cit. h. 10-12
[6]
Jalal Al Din Al Suyuthi, Al Itqon fi
‘Ulum Al Quran
[7]
Abd. Al Wahab khallaf, Ilmu Ushul fiqih, Semarang
: Dina Utama,1994. H. 40-41
[8]
Ibid, h. 47-48
[9]
Muhammad Al Kudhori, Tarikh Tasyri’
Islami, Surabaya
: Al Hidayah. H. 17
No comments:
Post a Comment