I.
PENDAHULUAN
Pada pertengahan abad 19, adalah abad ramainya teori-teori mengenai
badan hukum, yang masing-masing menuruti jalanya sendiri, dan tidak jarang
antara teori-teori itu timbul sebagai reaksi dari teori yang lain yang
mengakibatkan pertentangan dan membawa konsekuensi hukum yang berbeda satu
dengan yang lainya.
Masa itu badan hukum masih merupakan “embrio”, walaupun pergaulan
hidup manusia sudah merasakan perlu adanya sesuatu yang lain sebagai subjek
hukum disamping manusia dalam pergaulan hukum.
II.
RUMUSAN MASALAH
Dalam makalah ini akan membahas hukum perdata yang difokuskan
mengenai badan hukum. yang meliputi 5 pembahasan sebagai berikut :
1.
Pengertian, hakikat dan kedudukan badan hukum
2.
Syarat-syarat pembentukan badan hukum
3.
Teori-teori badan hukum
4.
Kemampuan dan perbuatan badan hukum
5.
Tanggung jawab badan hukum
III.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian, hakikat dan kedudukan badan hukum[1]
Adakalanya manusia mempunyai kepentingan perseorangan (untuk
melindunginya diperlukan hak) dan mempunyai kepentingan bersama.
Manusia yang mempunyai kepentingan bersama, memperjuangkan suatu
tujuan tertentu, berkumpul dan mempersatukan diri. Mereka menciptakan suatu
organisasi dan memilih pengurusnya yang akan mewakili mereka. Mereka memasukan,
mengumpulkan harta kekayaan dan menetapkan peraturan tingkah laku dalam
hubunganya satu sama lain.
Pergaulan antara manusia dalam kehidupannya menganggap perlu, bahwa
dalam suatu kerja sama itu semua anggotanya merupakan suatu kesatuan yang baru.
Suatu kesatuan yang mempunyai hak dan kewajiban yang terpisah dari hak-hak
anggotanya yang dapat bertindak hukum sendiri didalam dan diluar hukum.
Jadi, pergaulan dalam hidup menghendaki harus adanya suatu subjek
hukum yang baru yang bertindak kemuka, terlepas dari anggota kesatuan itu.
Subjek hukum yang baru dan berdiri sendiri itu yang kita sebut dengan istilah
badan hukum.
Esensi dari apa yang dinamakan badan hukum, yang dipersamakan oleh
ilmu tradisional dengan orang secara fisik, digambarkan dengan jelas dalam
analisis terhadap kasus-kasus tertentu dari badan hukum itu, yakni badan usaha.
Ia biasanya didefinisikan sebagai komunitas individu yang terhadap mereka
tatanan hukum menetapkan kewajiban dan memberikan hak untuk tidak dianggap
sebagai kewajiban dan hak individu-individu yang membentuk badan usaha sebagai
anggotanya. Karena kewajiban dan hak, dalam beberapa hal berkaitan dengan
kepentingan individu yang membentuk badan usaha dan tetap bukan merupakan
kewajiban dan hak badan usaha, dan dengan demikian badan usaha tersebut
dianggap person.
Kedudukan badan hukum itu ditetapkan oleh perundang-undangan,
kebiasaan atau yurisprudensi. Pada beberapa badan atau perkumpulan (dalam arti
luas) dengan tegas oleh undang-undang dinyatakan sebagai badan hukum. Hal ini
dapat kita melihat pada perkumpulan koperasi pasal 10 ayat 1 undang-undang
koperasi 1958, suatu koperasi setelah didaftarkan akte pendirianya, sebagaimana
dimaksud dalam pasal 9 ayat 2, adalah badan hukum dan segala hak dan ikatan
atas nama koperasi yang diperoleh atau
dibuat sebelum tanggal resmi didirikanya, seketika itu beralih padanya.[2]
Pada badan atau perkumpulan yang tidak dengan tegas dinyatakan
sebagai badan hukum, penetapan kedudukan badan hukum itu ditentukan dengan
jalan melihat hukum yang mengatur tentang badan atau perkumpulan itu, dan jika
peraturan itu dapat diambil konklusi adanya sifat-sifat, ciri-ciri atau dengan
kata lain adanya unsur-unsur badan hukum, maka badan dan perkumpulan itu adalah
suatu badan hukum.
Dengan mudah kita dapat mengatakan, bahwa kedudukan badan hukum itu
ada, jika organisasi itu merupakan suatu kesatuan yang mempunyai kepribadian,
tujuan dan harta kekayaan sendiri.
2.
Syarat-syarat pembentukan badan hukum[3]
Beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh perkumpulan/badan usaha
agar dapat dikatakan sebagai badan hukum (rechtpersoon) adalah :
1.
Adanya harta kekayaan yang terpisah
Harta kekayaan ini diperoleh dari para anggota maupun dari
perbuatan pemisahan yang dilakukan seseorang/partikelir/pemerintah untuk suatu
tujuan tertentu. Adanya harta kekayaan ini dimaksudkan sebagai alat untuk
mencapai tujuan tertentu badan hukum yang bersangkutan.
2.
Mempunyai tujuan tertentu
Tujuan tertentu ini dapat berupa tujuan idea maupun tujuan komersiil yang merupakan tujuan tersendiri
daripada badan hukum. Usaha untuk
mencapai tujuan tersebut dilakukan sendiri oleh badan hukum dengan diwakili
organnya. Tujuan yang hendak dicapai itu lazimnya dirumuskan dengan jelas dan
tegas dalam anggaran dasar badan hukum yang bersangkutan.
3.
Mempunyai kepentingan sendiri
Untuk mencapai tujuanya, badan hukum mempunyai kepentingan
tersendiri yang dilindungi oleh hukum. kepentingan tersebut merupakan hak-hak
subjektif. Oleh karena itu, badan hukum dapat menuntut serta mempertahankannya
terhadap pihak ketiga dalam pergaulan hukumnya. Kepentingan badan hukum ini
harus stabil, artinya tidak terikat pada suatu waktu yang pendek, tetapi untuk
jangka waktu yang panjang.
4.
Ada organisasi yang teratur
Badan hukum adalah suatu kontruksi yuridis. Karena itu badan hukum
hanya dapat melakukan perbuatan hukum dengan perantaraan organnya. Tata cara
organ badan hukum yang terdiri dari manusia itu bertindak sesuai peraturan dalam anggaran dasar dan
peraturan-peraturan lain atau keputusan rapat anggota mengenai pembagian tugas.
Dengan demikian, badan hukum mempunyai organisasi.
Pada akhirnya, yang menentukan suatu badan/perkumpulan/perhimpunan
sebagai badan hukum adalah hukum positif.
3.
Teori-teori badan hukum[4]
Dalam ilmu pengetahuan hukum timbul bermacam-macam teori tentang
badan hukum yang berbeda-beda. Berikut akan dikemukakan macam-macam teori yang
sering dikutip oleh penulis ahli hukum:
1.
Teori fictie dari Von Savigny
Menurut teori ini, badan hukum semata-mata buatan negara saja.
Badan hukum hanyalah fiksi. Manusia menghidupkannya dalam bayangan sebagai
subjek hukum yang dapat melakukan perbuatan hukum seperti manusia. Teori ini
diikuti juga oleh Houwing.
2.
Teori harta kekayaan bertujuan (Doel Vermogens Theorie)
Menurut teori ini, hanya manusia yang dapat menjadi subjek hukum,
namun ada kekayaan yang bukan merupakan kekayaan seseorang, melainkan kekayaan
itu terikat tujuan tertentu. Keayaan semacam inilah yang dinamakan badan hukum.
teori ini diajarkan oleh A. Brinz, dan diikuti oleh Van Der Heyden.
3.
Teori organ dari Otto van Gierke
Badan hukum menurut teori ini bukan abstrak (fiksi) dan bukan
kekayaan (hak) yang tidak bersubjek, tetapi badan hukum adalah organisme yang
riil yang menjelma sungguh-sungguh dalam pergaulan hukum yang dapat membentuk
kemauan sendiri dengan perantaraan alat-alat yang ada padanya (pengurus,
anggota-anggotanya). Pengikut teori organ ini adalah Mr. L.C. Polano.
4.
Teori propriete collective
Menurut teori ini hak dan kewajiban badab pada hakikatnya adalah
hak dan kewajiban anggota bersama-sama. Kekayaan badan hukum adalah kepunyaan
bersama. Orang-orang yang terhimpun tersebut merupakan suatu kesatuan dan
membentuk suatu pribadi yang dinamakn badan hukum. teori ini diajarkan oleh
Planiol dan molengraaff, dan diikuti oleh Star Busmann dan Kranenburg.
Riduan Syahrani dalam bukunya yang berjudul seluk beluk dan
asas-asas hukum perdata menmbahkan satu teori lagi, yaitu : Teori kenyataan
yuridis (Juridische Realiteitsleer).[5]
Dikatakan bahwa badan hukum itu merupakan suatu realiteit, konkrit,
riil, walaupun tidak bisa diraba bukan hayal, tetapi kenyataan yuridis. Teori
yang dikemukakan oleh Majers ini menekankan bahwa hendaknya dalam mempersamakan
badan hukum dengan manusia terbatas pada
bidang hukum saja.
Meskipun teori-teori tersebut berbeda-beda dalam memahami hakikat
badan hukum, namun teori-teori itu sependapat bahwa badan hukum dapat
berkecimpung dalam pergaulan hukum di masyarakat.
4.
Kemampuan dan perbuatan badan hukum[6]
Manusia merupakan subjek hukum yang pertama. Badan hukum
dibandingkan dengan manusia, mempunyai banyak sifat-sifat yang khusus. Karena
badan hukum tidak termasuk dalam kategori manusia. Oleh karena itu, badan hukum
tidak dapat memperoleh semua hak-hak, tidak dapat pula melakukan semua
perbuatan-perbuatan hukum sebagaimana halnya pada manusia. Badan hukum
mempunyai kemampuan hukum atau kekuasaan hukum sebagai berikut ini :
1.
Badan hukum dalam lapangan hukum harta kekayaan pada asasnya
menunjukan persamaan yang penuh seperti manusia. Hukum kekayaan, selain dengan
tegas dikecualikan dapat berlaku bagi badan hukum, yaitu dalam hukum perikatan
dan hukum kebendaan. Pembatasan pada kemampuan hukum dalam lapangan hukum kekayaan ialah, bahwa
hak pakai hasil berlangsung tidak lebih dari tiga puluh tahun (pasal 810
K.U.H.Perdata), sedangkan pasal 808 K.U.H.Perdata menyatakan berakhir pada
meninggalnya orang terakhir.
2.
Dalam pasal 821,824 dan 826 K.U.H.Perdata dengan tegas hak pakai
dan hak mendiami ditujukan untuk diri sendiri dan segenap anggota keluarganya.
Berdasarkan pasal 820 yang berbunyi “hak pakai dan hak mendiami diatur menurut
peristiwa perdata, dengan mana hak itu diperoleh, jika dalam peristiwa itu
tiada ketentuan tentang keluasan hak, maka hak itu diatur menurut pasal-pasal
berikut” Mr.Ph.A.N.Houwing berpendapat
bahwa yang mempunyai hak pakai dan hak mendiami tidak hanya manusia, tetapi
badan hukum juga bisa.
3.
Di luar hukum kekayaan, badan hukum dapat menjadi wali. Sesuai
dengan pasal 365 K.U.H.Perdata “dalam segala hal, bilamana hakim harus
mengangkat seorang wali, maka perwalian itu boleh diperintahkan kepada suatu
perhimpunan berbadan hukumyang bertempat kedudukan di Indonesia, kepada suatu
yayasan atau Lembaga amal yang berkedudukan di sini pula, yang mana menurut
anggaran dasarnya, akta-akta pendirianya atau reglemen-reglemennya berusaha
memelihara anak-anak belum dewasa untuk waktu yang lama.
Berbeda juga dengan manusia, badan hukum tidak dapat meninggal
dunia, maka akibat bubarnya badan hukum harta kekayaanya tidak berpindah kepada
ahli warisnya sebagaimana manusia.
4.
Penghinaan terhadap badan hukum mungkin bisa terjadi. Mr.Paul
Scholten berpendapat dalam hukum keperdataan mungkin saja terjadi, sejauh
mengenai kehormatan dan nama baik dari badan hukum yang dilancarkan dengan
sengaja. Dalam hal ini dapat dilakukan penuntutan berdasar pasal 1365
K.U.H.Perdata.
Badan hukum dalam pergaulan hukum mempunyai kepentingan sendiri,
pada hakekatnya adalah penjelmaan dari
sekumpulan kepentingan individu atau dengan kata lain kepentingan orang banyak.
Karena itu layak dan sesuai untuk diberikan kedudukan yang lebih kuat daripada
individu-individu dalam pergaulan hukumnya. Perbuatan hukum yang dilakukan
organ diluar wewenangnya dengan pihak ketiga yang beriktikad baik badan hukum
tidak terikat dapat digunakan dalam pergaulan hukum kita.
5.
Tanggung jawab badan hukum[7]
Seandainya kapasitas badan usaha untuk melakukan pelanggaran
ditiadakan, bukan berarti ditiadakanya kemungkinan pertanggungjawaban badan
usaha itu. Dalam hal ini, yang ditiadakan hanyalah pertanggungjawaban yang
bukan atas pelanggaran badan usaha itu sendiri, yakni atas pelanggaran yang
dipertautkan dengan badan usaha itu, melainkan atas pelanggaran orang lain,
yakni yang dilakukan oleh individu yang ditunjuk oleh undang-undang unttuk
memenuhi kewajiban itu. Yang bertanggung jawab atas pelanggaran itu adalah
individu yang menjadi sasaran tindakan paksa, sebagai akibat dari pelanggaran
yang ia lakukan.
Sebenarmya, badan usahalah yang dianggap sebagai subjek dari
kekayaan ini, lantaran, dalam bahasa umum, hak yang berupa kekayaan ini
dipertautkan dengan badan usaha. Namun demikian, hak ini juga bisa ditafsirkan
sebagai hak kolektif dari para anggota badan usaha itu, yakni hak tersebut bisa
dipertautkan dengan para anggota sebagai hak kolektif. Ini merupakan penafsiran
yang realistis ketimbang tafsir yang menggagas pribadi fiktif sebagai pemegang
hak ini. Dengan demikian, tidaklah mustahil untuk mengatakan bahwa anggota
badan usaha bertanggung jawab dengan kekayaan kolektif mereka atas tidak
dipenuhinya kewajiban yang diterapkan kepada badan usaha itu oleh tatanan hukum
nasional.
IV.
KESIMPULAN
Pergaulan dalam hidup menghendaki harus adanya suatu subjek hukum
yang baruyang bertindak kemuka, terlepas dari anggota kesatuan itu. Subjek
hukum yang baru dan berdiri sendiri itu yang kita sebut dengan istilah badan
hukum.
Beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh perkumpulan/badan usaha
agar dapat dikatakan sebagai badan hukum (rechtpersoon) adalah :
1.
Adanya harta kekayaan yang terpisah
2.
Ada organisasi yang teratur
3.
Mempunyai kepentingan sendiri
4.
Mempunyai tujuan tertentu
Dalam ilmu pengetahuan hukum timbul bermacam-macam teori tentang
badan hukum yang berbeda-beda, diantaranya adalah :
1.
Teori fictie dari Von Savigny
2.
Teori harta kekayaan bertujuan (Doel Vermogens Theorie)
3.
Teori organ dari Otto van Gierke
4.
Teori propriete collective
5.
Teori kenyataan yuridis (Juridische Realiteitsleer)
Manusia merupakan subjek hukum yang pertama. Badan hukum
dibandingkan dengan manusia, mempunyai banyak sifat-sifat yang khusus. Karena
badan hukum tidak termasuk dalam kategori manusia. Oleh karena itu, badan hukum
tidak dapat memperoleh semua hak-hak, tidak dapat pula melakukan semua
perbuatan-perbuatan hukum sebagaimana halnya pada manusia.
Sebenarmya, badan usahalah yang dianggap sebagai subjek dari
kekayaan, lantaran, dalam bahasa umum, hak yang berupa kekayaan ini
dipertautkan dengan badan usaha. Namun demikian, hak ini juga bisa ditafsirkan
sebagai hak kolektif dari para anggota badan usaha itu, yakni hak tersebut bisa
dipertautkan dengan para anggota sebagai hak kolektif.
V.
PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami
sampaikan, kami sadar makalah ini masih kurang dari kesempurnaan. Jika
ada kesalahan dan kekurangan, itu dikarenakan keterbatasan pengetahuan kami.
Maka dari itu, kritik dan saran sangat kami butuhkan demi kesempurnaan makalah
ini.
DAFTAR PUSTAKA
Kelsen, Hans, Teori hukum murni, Bandung : Nusa Media, 2008,
cet.VI
Syahrani, Riduan, seluk beluk dan asas-asas hukum perdata,
Bandung : P.T. Alumn,1985
Rido, Ali, Badan Hukum dan Kedudukan Hukum Perseroan,
Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, Bandung : P.T. Alumni, 1986, cet.
IV.
[1] Ali Rido S.H., Badab Hukum
dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, halaman
3-9
[2] Ibid, halaman 57-58
[3] Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, halaman
61-63
[4] Opcit, halaman 9-12
[6] Opcit, Ali Rido, halaman 12-17
[7] Hans Kelsen, Teori Hukum Murni, halaman 208-210
No comments:
Post a Comment