Menu

Monday, 28 May 2012

makalah islam dan kebudayaan jawa tentang interelasi nilai jawa dan islam dalam bidang polititk



I.                   PENDAHULUAN 
Islam masuk ke Jawa dengan cara damai tanpa adanya unsure kekerasan. Salah satu teori tentang masuknya Islam yang lain adalah bahwa Islam masuk ke Indonesia melalui jalur Gujarat yang memiliki nuansa mistik sebagaimana kecenderungan orang Jawa.[1]
Dengan melihat kedua teori tersebut dapat dimaknai bahwa Islam sangat mudah diterima di Jawa. Islam di Jawa juga mempengaruhi berbagai bidang, semisal politik.
Pengaruh Islam di Jawa pada bidang politik menjuruskan pada kegiatan umat untuk usaha mendukung dan melaksanakan syari’at Allah SWT. Melalui system kenegaraan dan pemerintahan. Dalam penyebaran agama Islam di Indonesia tidak lepas dari politik yang dijalankan oleh para penguasa kerajaan pada masa itu.[2]
Dari uraian pembahasan di atas, kami akan mencoba membahas tentang Interelasi Nilai Jawa dan Islam dalam Bidang Politik.


II.                RUMUSAN MASALAH
1.      Sistem Politik dalam Perjalanan Sejarah Politik di Jawa
·         Politik di Jawa Awal Masuknya Islam
·         Politik di Jawa Pasca Penjajahan Belanda
·         Politik di Jawa Pasca Kemerdekaan
2.      Perkembangan Kerajaan Islam di Jawa

III.             PEMBAHASAN
A.    Sistem Politik dalam Perjalanan Sejarah Politik di Jawa
1.      Politik di Jawa Awal Masuknya Islam
Masuknya Islam ke daerah-daerah di Indonesia tidak dalam waktu yang bersamaan. Disamping itu, keadaan politik dan sosial budaya daerah-daerah ketika didatangi Islam juga berlainan.[3]
Di Jawa proses islamisasi berlangsung pada abad ke-XII M, di pusat Maja Pahit maupun di Pesisir, terutama di kota-kota pelabuhan, telah terjadi proses islamisasidan sudah pula terbentuk masyarakat muslim.[4]
Pertumbuhan masyarakat Islam di sekitar Maja Pahit dan terutama di beberapa kota pelabuhan di Jawa erat hubungannya dengan perkembangan pelayaran dan perdagangan yang dilakukan orang-orang Islam yang telah mempunyai kekuasaan ekonomi dan politik di Samudra Pasai, Malaka, dan Aceh.
Perkembangan Islam di pulau Jawa bersamaan waktunya dengan melemahnya posisi raja Maja Pahit. Hal ini memberi peluanhg kepada raja-raja Islam pesisir untuk membangun pusat-pusat kekuasaan yang independen. Dibawah bimbingan Sunan Kudus, meskipun beliau bukanlah yang tertua dari Wali Songo, Demak akhirnya berhasil menggantikan Maja Pahit sebagai Kraton Pusat.

2.      Politik di Jawa Pasca Penjajahan Belanda
Rekontruksi kekuasaan Belanda setelah perang Napoleon merupakan momen bagi sejumlah perubahan penting dalam kebijakan ekonomi Belanda di Jawa. Antara tahun 1795 dan 1815 Belanda dan Inggris mencoba menerapkan berbagai sistem kontrol negara dan sistem tanam paksa bersama dengan sistem pertanian bebas, pertanian kapitalis, dan kebijakan perdagangan bebas dan perdagangan terkendali. Namun pada tahun 1830, periode ketidak pastian ini berakhir. Diberlakukan beberapa kebijakan baru yang melancarkan jalan bagi administrasi kolonial Belanda dan perkembangan perekonomian bangsa Indonesia dalam sisa abad ke-XIX.[5]
Perlawanan kaum petani yang dipimpin oleh ulama mulai berkobar pada perang Jawa tahun 1825 sampai 1830. Pada tahun 1825 perlawanan lokal berkobar menjadi perang sipil yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro. Pangeran Diponegoro menjalin persekutuan dengan para pemuka agama dan pemimpin sebuah pemberontakan petani yang berlangsung lima tahun. Meskipun perlawanan ini mengalami kegagalan, Diponegoro menjadi sebuah simbol bagi perlawanan nasional terhadap pemerintahan asing[6]
Ketika perlawanan kiyai dan petani telah mengakar di dalam struktur masyarakat tradisional Indonesia, nasionalisme Indonesia baru tumbuh yang bermula dari reaksi aristrokasi priyayi terhadap konsolidasi pemerintahan Belanda pada akhir abad ke- XIX. Dengan didorong oleh perang Rusia-Jepang dan oleh gerakan nasionalis India dan Cina, orang Indonesia yang berpendidikan barat bersama-sama berjuang mengembangkan sebuah kesadaran kultural dan politik Indonesia, di antaranya mendirikan:
·         Budi Utomo
Didirikan tahun 1908, ini merupakan asosiasi kultur Jawa yang pertama yang memperjuangkan pendidikan dan kebangkitan kebudayaan Hindu-Budha dari kebudayaan Jawa kuno. Semula Budi Utomo menerima kebijakan etik Belanda dan setia kepada pemerintahan Belanda, tetapi pada tahun 1917 ia beralih dari organisasi kebudayaan menjadi organisasi politik dengan mengklaim hak otonom dan menyerukan sebuah rezim perlementer.

·         Indische Partij
Didirikan oleh Douwes Decker tahun 1911 untuk mewakili kepentingan “Indos”, keturunan campuran antara Eropa dan Indonesia untuk menyampaikan klaim persamaan kedudukan mereka denangan warga Eropa. Ia merupakan partai pertama yang menuntut kemerdekaan politik untuk negara kesatuan Indonesia.

·         Taman Siswa
Berdiri pada tahun 1922, merupakan organisasi yang dimaksudkan untuk program pendidikan dan mengembangkan kesenian dan kebudayaan Jawa. Perkumpulan ini mendirikan 250 sekolah dan berusaha menciptakan komunitas pelajar dan guru, persaudaraan nasionalis, melambangkan kedewasaan bangsa Indonesia dan keinginan untuk merdeka.[7]
            Selain dari politik di atas, di Jawa juga mendirikan sejumlah pergerakan Islam yang berdiri antara tahun 1905 dan 1912. Diantaraya:
·         Muhammadiyah
Didirikan pada tahun 1912 oleh K.H. Ahmad Dahlan, yang bertujuan untuk memperbahurui praktik Islam dan untuk memperbaikikehidupan komunitas muslim.
·         Persatuan Islam (Persis)
Didirikan di Jawa Barat pada tahun 1923 oleh kelompok pedagang yang diketuai oleh H. Zamzam dan H. Muhammad Yunus, partai ini mencurahkan pada pengkajian agama, menyebarkan praktik ritual Islam yang benar, dan kepatuhan dalam menjalankan hukum Islam.
·         Sarekat Islam
Berdiri pada tahun 1912. Tjokroaminoto mengembangkan partai ini menjadi gerakan politik terbesar di Indonesia. Kongres Sarikat Islam tahun 1917 menyatakan bahwa Islam menghendaki agar bangsa ini memperkuat keimanan dan menghindari sikap malas.
·         Nahdlotul Ulama (NU)
Berdiri pada tahun 1926, NU didirikan seputar jaringan kerja para tokoh agama yang berpusat pada pesantren di Jombang. NU mempertahankan prinsip-prinsip keagamaan tradisional, dan mengukuhkan syariah, madzhab-madzhab fiqih, dan praktik sufi yang merupakan praktik inti  spiritualitas mereka.

            Dari perkumpulan politik di atas menandai sebuah perubahan penting organisasi masyarakat Islam Jawa tradisional. Pengambilan teknik organisasional yang dipinjam dari gerakan pembaruan Islam dan dari gerakan nasionalis dapat diartikan sebagai pengambilan bentuk-bentuk aksi politik moderen kiyai, yang pada abad ke-XIX telah diorganisir melalui tarekat sufi untuk menantang pemerintahan Belanda dan administrasi priyayi, pada abad ke-XX terlibat perjuangan untuk membentuk masyarakat Indonesia sebagai sebuah partai politik kontemporer.[8]
3.      Politik di Jawa Pasca Kemerdekaan
Untuk melacak politik di Jawa pasca kemerdekaan penulis mengalami kesulitan, karena dalam bahan yang kami dapatkan lebih komplek membahas secara globalnya, yaitu perpolitikan Indonesia.
Berawal dari proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945. Indonesia dinyatakan merdeka. Partai politik yang muncul di antaranya Majlis Syuro Muslim Indonesia (Masyumi) yang lahir pada tanggal 7 November 1945, Partai Nasional Indonesia (PNI) yang berdiri pada tanggal 29 Januari 1946.
Sedangkan partai-partai Islam setelah merdeka selain yang di atas adalah Partai Sarikat Islam Indonesia (PSII), Partai Tarbiyah Islamiyah (Perti), dan Nahdlotul Ulama.

B.     Perkembangan Kerajaan Islam di Jawa
1.      Demak
Raja pertama kali yang memimpin Kerajaan Demak adalah Raden Patah, Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa, menurut taufiq Abdullah yang dikutip pula oleh Badri Yatim mengatakan bahwa Kerajaan ini memiliki gelar Senopati Jimbun Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama.
Pemerintahan Raden Patah berlangsung kira-kira di akhir abad ke-15 hingga awal abad ke-16. Ia digantikan oleh anaknya, Sabrang Lor, dikenal juga dengan nama Pati Unus. Menurut Tome Pires, Pati Unus baru berumur 17 tahun ketika menggantikan ayahnya sekitar tahun 1507. Ia pernah menyerang Malaka akan tetapi mengalami kekalahan besar.
Pati Unus digantikan oleh Trenggono yang dilantik sebagai sultan oleh Sultan Gunung Jati dengan gelar Sultan Ahmad Abdul Arifin (1524-1546). Pada masa sultan ketiga inilah Islam dikembangkan ke seluruh tanah Jawa. Penaklukan Sunda Kelapa berakhir tahun 1527 yang dilakukan oleh pasukan gabungan Demak dan Cirebon di bawah pimpinan Fadhilah Khan. Majapahit dan Tuban jatuh ke bawah kekuasaan Demak. Selanjutnya pada tahun1529, Demak berhasil menduduki Madiun, Blora (1530), Surabaya (1531), Pasuruan (1535), dan antara tahun 1541-1542 Lamongan, Blitar, Wirasaba, dan Kediri. Pada tahun 1546, dalam penyerbuan ke Blambangan, Sultan Trenggono terbunuh. Ia digantikan oleh putranya Prawoto. Masa pemerintahannya tidak berlangsung lama karena, terjadi pemberontakan oleh adipati-adipati sekitar kerajaan Demak. Sultan Prawoto sendiri di bunuh oleh Aria Penangsang dari Jipang pada tahun 1594, dengan demikian Kerajaan Demak berakhir dan dilanjutkan oleh Kerajaan Pajang di bawah Jaka Tingkiryang berhasil membunuh Aria Penangsang.[9]

2.      Pajang
Kesultanan Pajang adalah pelanjut pewaris kerajaan Islam Demak, Sultan atau raja pertama adalah Jaka Tingkir yang berasal dari Pingging, di lereng gunung Merapi. Oleh raja Demak ketiga, Sultan Trenggono, Jaka Tingkir diangkat menjadi penguasa di Pajang.
Pada tahun 1546, Sultan Demak meninggal dunia. Setelah itu muncul kekacauan di ibu kota. Konon Jaka Tingkir yang menjadi penguasa Pajang itu dengan segera mengambil alih kekuasaan. Karena anak Sulung Sultan Trenggono yang menjad pewaris tahta kesultanan, Prawoto, dibunuh oleh kemenakanya.
Setela itu ia memerintahkan agar semua benda pusaka Demak di pindahkan ke Pajang. Setelah menjadi raja yang paling berpengaruh di Jawa, ia bergelar Sultan Adiwijaya. Pada masanya sejara Islam di Jawa mulai dalam bentuk baru, titik politik pindah dari pesisir (Demak) ke pendalaman. Peralihan pusat politik itu membawa akibat yang sangat besar dalam perkembangan peradaban Islam di Jawa.[10]
Riwayat kerajaan Pajang berakhir tahun 1618. Kerajaan pajang waktu itu memberontak terhadap Mataram yang ketika itu di bawa oleh Sultan Agung. Pajang dihancurkan, rajanya melarikan diri ke Giri dan Surabaya.[11]

3.      Mataram
Awal kerajaan Mataram adalah ketika Sultan Adiwijaya dari Pajang meminta bantuan kepada Ki Panamahan yang berasal dari daerah pendalaman untuk menghadapi dan memberantas pemberontakan Aria Pamanangsangtersebut. Segai hadiahnya, sultan kemudian menghadirkan daerah Mataram kepada Ki Pamanahan yang menurunkan raja-raja mataram Islam selanjutnya.
Pada tahun 1577 M, Ki Gede Pamanahan menempati Istana barunya di Mataram. Dia digantikan oleh putranya, Senopati, tahun 1584 dan dikukuhkan oleh Sultan Pajang. Senopatilah yang dipandang sebagai sultan pertama Kerajaan Mataram.
Senopati berkeinginan menguasai semua raja bawahan Pajang. Tetapi ia tidak mendapat pengakuan dari para penguasa Jawa Timur sebagai pengganti Raja Demak dan kemudian Pajang. Melalui perjuangan berat, peperangan demi peperangan, barulah ia menguasai sebagian.
Senopati meniggal dunia tahun 1601 M, dan digantikan oleh putranya Seda Ing Krapyak yang memerintah sampaitahun 1613 M. Sedangkan Seda Ing Krapyak diganti oleh putranya, Sultan Agung yang melanjutkan usaha ayahnya. Pada tahun 1619, seluruh Jawa Timur praktir sudah di bawah kekuasaannya. Dimasa pemerintahan Sultan Agung inilah kontak-kontak bersenjata antara kerajaan Mataran dan VOC mulai terjadi.
Pada tahun 1677 M dan 1678 M, pemberontakan para ulama muncul kembali dengan tokoh spiritual Raden Kajoran. Pemberontakan-pemberontakan seperti itulah yang mengakibatkan runtuhnya Kraton Mataram.[12]

4.      Cirebon
Kesultanan Cirebon adalah kerajaan Islam pertama di Jawa Barat. Kerajaan ini didirikan oleh Sunan Gunung Jati.
Di awal abad ke-16, Cirebon masih merupakan sebuah daerah kecil di bawah kekuasaan Pakuan Pajajaran. Raja Pajajaran hanya menempatkan seorang juru labuhan di sana, bernama pangeran Walang Sungsang, seorang tokoh yang mempunyai hubungan darah dengan raja pajajaran. Ketika berhasil memajukan Cirebon, ia sudah menganut agama Islam. Orang yang berhasil meningkatkan status Cirebon menjadi sebuah kerajaan adalan Syarif Hidayat yang terkenal dengan gelar Sunan Gunung Jati, pengganti dan keponakan dari pangeran Walang Sungsang. Dialah pendiri dinasti raja-raja Cirebon dan kemudian juga Banten.[13]
Dari Cirebon, Sunan Gunung Jati mengembangkan Islam ke daerah-daerah lain di Jawa Barat seperti Majalengka, Kuningan, Kawali, Sunda Kelapa, dan Banten.
Keutuhan Cirebon sebagai suatu kerajaan hanya sampai Pangeran Girilaya itu. Sepeninggalannya, sesuai dengan keinginannya sendiri, Ciribon diperitahkan oleh kedua putranya, Matawijaya atau Panembahan Sepuh dan Kartawijaya atau Panembahan Anom.



IV.             KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat kami simpukan sebagai berikut:
Sistem politik dalam perjalanan sejarah di Jawa meliputi tiga periode, yaitu:
·         Politik pada awal masuknya Islam
·         Pasca penjajahan
·         Pasca kemerdekaan
Kerajaan-kerajaan yang berkembang antara lain:
·         Demak
·         Raja pertama kali yang memimpin Kerajaan Demak adalah Raden Patah, Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa, menurut taufiq Abdullah yang dikutip pula oleh Badri Yatim mengatakan bahwa Kerajaan ini memiliki gelar Senopati Jimbun Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama
·         Pajang
·         Kesultanan Pajang adalah pelanjut pewaris kerajaan Islam Demak, Sultan atau raja pertama adalah Jaka Tingkir yang berasal dari Pingging, di lereng gunung Merapi. Oleh raja Demak ketiga, Sultan Trenggono, Jaka Tingkir diangkat menjadi penguasa di Pajang.
·         Mataram
·         Awal kerajaan Mataram adalah ketika Sultan Adiwijaya dari Pajang meminta bantuan kepada Ki Panamahan yang berasal dari daerah pendalaman untuk menghadapi dan memberantas pemberontakan Aria Pamanangsangtersebut. Segai hadiahnya, sultan kemudian menghadirkan daerah Mataram kepada Ki Pamanahan yang menurunkan raja-raja mataram Islam selanjutnya.

·         Cirebon
Kesultanan Cirebon adalah kerajaan Islam pertama di Jawa Barat. Kerajaan ini didirikan oleh Sunan Gunung Jati.
·         Di awal abad ke-16, Cirebon masih merupakan sebuah daerah kecil di bawah kekuasaan Pakuan Pajajaran. Raja Pajajaran hanya menempatkan seorang juru labuhan di sana, bernama pangeran Walang Sungsang, seorang tokoh yang mempunyai hubungan darah dengan raja pajajaran. Ketika berhasil memajukan Cirebon, ia sudah menganut agama Islam. Orang yang berhasil meningkatkan status Cirebon menjadi sebuah kerajaan adalan Syarif Hidayat yang terkenal dengan gelar Sunan Gunung Jati,
Demikian kurang lebihnya kesimpulan yang dapat kami paparkan melihat dari uraian pembahasan pada makalah ini.


V.                PENUTUP

Demikian makalah yang dapat kami sampaikan, kami sadar bahwa makalah ini kurang dari kesempurnaan. Jika ada kesalahan dan kekurangan itu karena keterbatasan pengetahuan kami. Maka dari itu kritik dan saran kami butuhkan demi kesempurnaan makala ini. Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.

DAFTAR PUSTAKA


Amin darori, Islam dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta:Gama Media, thn. 2002

 Suharto Musyarifah, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta:Raja Grafindo Persada, thn. 2005

Yatim Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta:Raja Grafindo  Persada, 2008

M. lapidus Ira, Sejarah Sosial Umat Islam, Jakarta:Raja Grafindo Persada, thn. 1999


[1] Darori Amin, Islam dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta:Gama Media, thn. 2002, hal. 204
[2] Musyarifah Suharto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta:Raja Grafindo Persada, thn. 2005, hal. 194
[3] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta:Raja Grafindo  Persada, 2008, hal. 194
[4] Ibid
[5] Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, Jakarta:Raja Grafindo Persada, thn. 1999, hal.
[6] Ibid, hal. 322
[7] Ira M. Lapidus, hal. 325
[8] Ibid, hal.334
[9] Badri Yatim, hal.212
[10] Badri Yatim, hal. 214
[11] Ibid
[12] Ibid. Hal.215
[13] Badri Yatim, hal.216

No comments: