I.
PENDAHULUAN
Islam masuk ke Jawa dengan cara damai tanpa adanya unsure kekerasan.
Salah satu teori tentang masuknya Islam yang lain adalah bahwa Islam masuk ke
Indonesia melalui jalur Gujarat yang memiliki nuansa mistik sebagaimana
kecenderungan orang Jawa.[1]
Dengan melihat kedua teori tersebut dapat dimaknai bahwa Islam sangat
mudah diterima di Jawa. Islam di Jawa juga mempengaruhi berbagai bidang,
semisal politik.
Pengaruh Islam di Jawa pada bidang politik menjuruskan pada kegiatan
umat untuk usaha mendukung dan melaksanakan syari’at Allah SWT. Melalui system
kenegaraan dan pemerintahan. Dalam penyebaran agama Islam di Indonesia tidak
lepas dari politik yang dijalankan oleh para penguasa kerajaan pada masa itu.[2]
Dari uraian pembahasan di atas, kami akan mencoba membahas tentang
Interelasi Nilai Jawa dan Islam dalam Bidang Politik.
II.
RUMUSAN MASALAH
1.
Sistem Politik dalam Perjalanan
Sejarah Politik di Jawa
·
Politik di Jawa Awal
Masuknya Islam
·
Politik di Jawa Pasca
Penjajahan Belanda
·
Politik di Jawa Pasca
Kemerdekaan
2.
Perkembangan Kerajaan Islam di
Jawa
III.
PEMBAHASAN
A. Sistem Politik dalam Perjalanan Sejarah Politik di Jawa
1.
Politik di Jawa Awal Masuknya
Islam
Masuknya Islam ke
daerah-daerah di Indonesia tidak dalam waktu yang bersamaan. Disamping itu,
keadaan politik dan sosial budaya daerah-daerah ketika didatangi Islam juga
berlainan.[3]
Di Jawa proses islamisasi
berlangsung pada abad ke-XII M, di pusat Maja Pahit maupun di Pesisir, terutama
di kota-kota pelabuhan, telah terjadi proses islamisasidan sudah pula terbentuk
masyarakat muslim.[4]
Pertumbuhan masyarakat Islam
di sekitar Maja Pahit dan terutama di beberapa kota pelabuhan di Jawa erat
hubungannya dengan perkembangan pelayaran dan perdagangan yang dilakukan
orang-orang Islam yang telah mempunyai kekuasaan ekonomi dan politik di Samudra
Pasai, Malaka, dan Aceh.
Perkembangan Islam di pulau
Jawa bersamaan waktunya dengan melemahnya posisi raja Maja Pahit. Hal ini memberi
peluanhg kepada raja-raja Islam pesisir untuk membangun pusat-pusat kekuasaan
yang independen. Dibawah bimbingan Sunan Kudus, meskipun beliau bukanlah yang
tertua dari Wali Songo, Demak akhirnya berhasil menggantikan Maja Pahit sebagai
Kraton Pusat.
2.
Politik di Jawa Pasca Penjajahan Belanda
Rekontruksi kekuasaan
Belanda setelah perang Napoleon merupakan momen bagi sejumlah perubahan
penting dalam kebijakan ekonomi Belanda di Jawa. Antara tahun 1795 dan 1815
Belanda dan Inggris mencoba menerapkan berbagai sistem kontrol negara dan
sistem tanam paksa bersama dengan sistem pertanian bebas, pertanian kapitalis,
dan kebijakan perdagangan bebas dan perdagangan terkendali. Namun pada tahun
1830, periode ketidak pastian ini berakhir. Diberlakukan beberapa kebijakan
baru yang melancarkan jalan bagi administrasi kolonial Belanda dan perkembangan
perekonomian bangsa Indonesia dalam sisa abad ke-XIX.[5]
Perlawanan kaum petani yang
dipimpin oleh ulama mulai berkobar pada perang Jawa tahun 1825 sampai 1830.
Pada tahun 1825 perlawanan lokal berkobar menjadi perang sipil yang dipimpin
oleh Pangeran Diponegoro. Pangeran Diponegoro menjalin persekutuan dengan para
pemuka agama dan pemimpin sebuah pemberontakan petani yang berlangsung lima
tahun. Meskipun perlawanan ini mengalami kegagalan, Diponegoro menjadi sebuah
simbol bagi perlawanan nasional terhadap pemerintahan asing[6]
Ketika perlawanan kiyai dan
petani telah mengakar di dalam struktur masyarakat tradisional Indonesia,
nasionalisme Indonesia baru tumbuh yang bermula dari reaksi aristrokasi priyayi
terhadap konsolidasi pemerintahan Belanda pada akhir abad ke- XIX. Dengan
didorong oleh perang Rusia-Jepang dan oleh gerakan nasionalis India dan Cina,
orang Indonesia yang berpendidikan barat bersama-sama berjuang mengembangkan
sebuah kesadaran kultural dan politik Indonesia, di antaranya mendirikan:
·
Budi Utomo
Didirikan tahun 1908, ini
merupakan asosiasi kultur Jawa yang pertama yang memperjuangkan pendidikan dan
kebangkitan kebudayaan Hindu-Budha dari kebudayaan Jawa kuno. Semula Budi Utomo
menerima kebijakan etik Belanda dan setia kepada pemerintahan Belanda, tetapi
pada tahun 1917 ia beralih dari organisasi kebudayaan menjadi organisasi
politik dengan mengklaim hak otonom dan menyerukan sebuah rezim perlementer.
·
Indische Partij
Didirikan oleh Douwes Decker
tahun 1911 untuk mewakili kepentingan “Indos”, keturunan campuran antara
Eropa dan Indonesia untuk menyampaikan klaim persamaan kedudukan mereka
denangan warga Eropa. Ia merupakan partai pertama yang menuntut kemerdekaan politik
untuk negara kesatuan Indonesia.
·
Taman Siswa
Berdiri pada tahun 1922, merupakan organisasi yang
dimaksudkan untuk program pendidikan dan mengembangkan kesenian dan kebudayaan
Jawa. Perkumpulan ini mendirikan 250 sekolah dan berusaha menciptakan komunitas
pelajar dan guru, persaudaraan nasionalis, melambangkan kedewasaan bangsa
Indonesia dan keinginan untuk merdeka.[7]
Selain
dari politik di atas, di Jawa juga mendirikan sejumlah pergerakan Islam yang
berdiri antara tahun 1905 dan 1912. Diantaraya:
·
Muhammadiyah
Didirikan pada tahun 1912
oleh K.H. Ahmad Dahlan, yang bertujuan untuk memperbahurui praktik Islam dan
untuk memperbaikikehidupan komunitas muslim.
·
Persatuan Islam (Persis)
Didirikan di Jawa Barat pada
tahun 1923 oleh kelompok pedagang yang diketuai oleh H. Zamzam dan H. Muhammad
Yunus, partai ini mencurahkan pada pengkajian agama, menyebarkan praktik ritual
Islam yang benar, dan kepatuhan dalam menjalankan hukum Islam.
·
Sarekat Islam
Berdiri pada tahun 1912. Tjokroaminoto
mengembangkan partai ini menjadi gerakan politik terbesar di Indonesia. Kongres
Sarikat Islam tahun 1917 menyatakan bahwa Islam menghendaki agar bangsa ini
memperkuat keimanan dan menghindari sikap malas.
·
Nahdlotul Ulama (NU)
Berdiri pada tahun 1926, NU didirikan seputar
jaringan kerja para tokoh agama yang berpusat pada pesantren di Jombang. NU
mempertahankan prinsip-prinsip keagamaan tradisional, dan mengukuhkan syariah,
madzhab-madzhab fiqih, dan praktik sufi yang merupakan praktik inti spiritualitas mereka.
Dari
perkumpulan politik di atas menandai sebuah perubahan penting organisasi
masyarakat Islam Jawa tradisional. Pengambilan teknik organisasional yang
dipinjam dari gerakan pembaruan Islam dan dari gerakan nasionalis dapat
diartikan sebagai pengambilan bentuk-bentuk aksi politik moderen kiyai, yang
pada abad ke-XIX telah diorganisir melalui tarekat sufi untuk menantang
pemerintahan Belanda dan administrasi priyayi, pada abad ke-XX terlibat
perjuangan untuk membentuk masyarakat Indonesia sebagai sebuah partai politik
kontemporer.[8]
3.
Politik di Jawa Pasca Kemerdekaan
Untuk melacak politik di
Jawa pasca kemerdekaan penulis mengalami kesulitan, karena dalam bahan yang
kami dapatkan lebih komplek membahas secara globalnya, yaitu perpolitikan
Indonesia.
Berawal dari proklamasi
kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945. Indonesia dinyatakan merdeka. Partai
politik yang muncul di antaranya Majlis Syuro Muslim Indonesia (Masyumi) yang
lahir pada tanggal 7 November 1945, Partai Nasional Indonesia (PNI) yang
berdiri pada tanggal 29 Januari 1946.
Sedangkan partai-partai
Islam setelah merdeka selain yang di atas adalah Partai Sarikat Islam Indonesia
(PSII), Partai Tarbiyah Islamiyah (Perti), dan Nahdlotul Ulama.
B. Perkembangan Kerajaan Islam di Jawa
1.
Demak
Raja
pertama kali yang memimpin Kerajaan Demak adalah Raden Patah, Kerajaan Demak
merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa, menurut taufiq Abdullah yang dikutip
pula oleh Badri Yatim mengatakan bahwa Kerajaan ini memiliki gelar Senopati
Jimbun Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama.
Pemerintahan
Raden Patah berlangsung kira-kira di akhir abad ke-15 hingga awal abad ke-16.
Ia digantikan oleh anaknya, Sabrang Lor, dikenal juga dengan nama Pati Unus.
Menurut Tome Pires, Pati Unus baru berumur 17 tahun ketika menggantikan ayahnya
sekitar tahun 1507. Ia pernah menyerang Malaka akan tetapi mengalami kekalahan
besar.
Pati Unus
digantikan oleh Trenggono yang dilantik sebagai sultan oleh Sultan Gunung Jati
dengan gelar Sultan Ahmad Abdul Arifin (1524-1546). Pada masa sultan ketiga
inilah Islam dikembangkan ke seluruh tanah Jawa. Penaklukan Sunda Kelapa
berakhir tahun 1527 yang dilakukan oleh pasukan gabungan Demak dan Cirebon di
bawah pimpinan Fadhilah Khan. Majapahit dan Tuban jatuh ke bawah kekuasaan
Demak. Selanjutnya pada tahun1529, Demak berhasil menduduki Madiun, Blora
(1530), Surabaya (1531), Pasuruan (1535), dan antara tahun 1541-1542 Lamongan,
Blitar, Wirasaba, dan Kediri. Pada tahun 1546, dalam penyerbuan ke Blambangan,
Sultan Trenggono terbunuh. Ia digantikan oleh putranya Prawoto. Masa
pemerintahannya tidak berlangsung lama karena, terjadi pemberontakan oleh
adipati-adipati sekitar kerajaan Demak. Sultan Prawoto sendiri di bunuh oleh
Aria Penangsang dari Jipang pada tahun 1594, dengan demikian Kerajaan Demak
berakhir dan dilanjutkan oleh Kerajaan Pajang di bawah Jaka Tingkiryang
berhasil membunuh Aria Penangsang.[9]
2.
Pajang
Kesultanan Pajang adalah
pelanjut pewaris kerajaan Islam Demak, Sultan atau raja pertama adalah Jaka
Tingkir yang berasal dari Pingging, di lereng gunung Merapi. Oleh raja Demak
ketiga, Sultan Trenggono, Jaka Tingkir diangkat menjadi penguasa di Pajang.
Pada tahun 1546, Sultan
Demak meninggal dunia. Setelah itu muncul kekacauan di ibu kota. Konon Jaka
Tingkir yang menjadi penguasa Pajang itu dengan segera mengambil alih kekuasaan.
Karena anak Sulung Sultan Trenggono yang menjad pewaris tahta kesultanan,
Prawoto, dibunuh oleh kemenakanya.
Setela itu ia memerintahkan
agar semua benda pusaka Demak di pindahkan ke Pajang. Setelah menjadi raja yang
paling berpengaruh di Jawa, ia bergelar Sultan Adiwijaya. Pada masanya sejara
Islam di Jawa mulai dalam bentuk baru, titik politik pindah dari pesisir
(Demak) ke pendalaman. Peralihan pusat politik itu membawa akibat yang sangat
besar dalam perkembangan peradaban Islam di Jawa.[10]
Riwayat kerajaan Pajang
berakhir tahun 1618. Kerajaan pajang waktu itu memberontak terhadap Mataram
yang ketika itu di bawa oleh Sultan Agung. Pajang dihancurkan, rajanya
melarikan diri ke Giri dan Surabaya.[11]
3.
Mataram
Awal kerajaan Mataram adalah
ketika Sultan Adiwijaya dari Pajang meminta bantuan kepada Ki Panamahan yang
berasal dari daerah pendalaman untuk menghadapi dan memberantas pemberontakan
Aria Pamanangsangtersebut. Segai hadiahnya, sultan kemudian menghadirkan daerah
Mataram kepada Ki Pamanahan yang menurunkan raja-raja mataram Islam
selanjutnya.
Pada tahun 1577 M, Ki Gede
Pamanahan menempati Istana barunya di Mataram. Dia digantikan oleh putranya,
Senopati, tahun 1584 dan dikukuhkan oleh Sultan Pajang. Senopatilah yang
dipandang sebagai sultan pertama Kerajaan Mataram.
Senopati berkeinginan
menguasai semua raja bawahan Pajang. Tetapi ia tidak mendapat pengakuan dari
para penguasa Jawa Timur sebagai pengganti Raja Demak dan kemudian Pajang.
Melalui perjuangan berat, peperangan demi peperangan, barulah ia menguasai
sebagian.
Senopati meniggal dunia
tahun 1601 M, dan digantikan oleh putranya Seda Ing Krapyak yang memerintah
sampaitahun 1613 M. Sedangkan Seda Ing Krapyak diganti oleh putranya, Sultan
Agung yang melanjutkan usaha ayahnya. Pada tahun 1619, seluruh Jawa Timur
praktir sudah di bawah kekuasaannya. Dimasa pemerintahan Sultan Agung inilah
kontak-kontak bersenjata antara kerajaan Mataran dan VOC mulai terjadi.
Pada tahun 1677 M dan 1678
M, pemberontakan para ulama muncul kembali dengan tokoh spiritual Raden
Kajoran. Pemberontakan-pemberontakan seperti itulah yang mengakibatkan
runtuhnya Kraton Mataram.[12]
4.
Cirebon
Kesultanan Cirebon adalah
kerajaan Islam pertama di Jawa Barat. Kerajaan ini didirikan oleh Sunan Gunung
Jati.
Di awal abad ke-16, Cirebon
masih merupakan sebuah daerah kecil di bawah kekuasaan Pakuan Pajajaran. Raja
Pajajaran hanya menempatkan seorang juru labuhan di sana, bernama pangeran
Walang Sungsang, seorang tokoh yang mempunyai hubungan darah dengan raja
pajajaran. Ketika berhasil memajukan Cirebon, ia sudah menganut agama Islam.
Orang yang berhasil meningkatkan status Cirebon menjadi sebuah kerajaan adalan
Syarif Hidayat yang terkenal dengan gelar Sunan Gunung Jati, pengganti dan
keponakan dari pangeran Walang Sungsang. Dialah pendiri dinasti raja-raja
Cirebon dan kemudian juga Banten.[13]
Dari Cirebon, Sunan Gunung
Jati mengembangkan Islam ke daerah-daerah lain di Jawa Barat seperti
Majalengka, Kuningan, Kawali, Sunda Kelapa, dan Banten.
Keutuhan Cirebon sebagai
suatu kerajaan hanya sampai Pangeran Girilaya itu. Sepeninggalannya, sesuai
dengan keinginannya sendiri, Ciribon diperitahkan oleh kedua putranya,
Matawijaya atau Panembahan Sepuh dan Kartawijaya atau Panembahan Anom.
IV.
KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat kami simpukan sebagai
berikut:
Sistem politik dalam
perjalanan sejarah di Jawa meliputi tiga periode, yaitu:
·
Politik pada awal masuknya Islam
·
Pasca penjajahan
·
Pasca kemerdekaan
Kerajaan-kerajaan yang berkembang antara lain:
·
Demak
·
Raja pertama kali yang memimpin Kerajaan Demak
adalah Raden Patah, Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa,
menurut taufiq Abdullah yang dikutip pula oleh Badri Yatim mengatakan bahwa
Kerajaan ini memiliki gelar Senopati Jimbun Ngabdurrahman Panembahan Palembang
Sayidin Panatagama
·
Pajang
·
Kesultanan Pajang adalah pelanjut pewaris kerajaan
Islam Demak, Sultan atau raja pertama adalah Jaka Tingkir yang berasal dari
Pingging, di lereng gunung Merapi. Oleh raja Demak ketiga, Sultan Trenggono,
Jaka Tingkir diangkat menjadi penguasa di Pajang.
·
Mataram
·
Awal kerajaan Mataram adalah ketika Sultan
Adiwijaya dari Pajang meminta bantuan kepada Ki Panamahan yang berasal dari
daerah pendalaman untuk menghadapi dan memberantas pemberontakan Aria
Pamanangsangtersebut. Segai hadiahnya, sultan kemudian menghadirkan daerah
Mataram kepada Ki Pamanahan yang menurunkan raja-raja mataram Islam
selanjutnya.
·
Cirebon
Kesultanan Cirebon adalah
kerajaan Islam pertama di Jawa Barat. Kerajaan ini didirikan oleh Sunan Gunung
Jati.
·
Di awal abad ke-16, Cirebon masih merupakan sebuah
daerah kecil di bawah kekuasaan Pakuan Pajajaran. Raja Pajajaran hanya
menempatkan seorang juru labuhan di sana, bernama pangeran Walang Sungsang,
seorang tokoh yang mempunyai hubungan darah dengan raja pajajaran. Ketika
berhasil memajukan Cirebon, ia sudah menganut agama Islam. Orang yang berhasil
meningkatkan status Cirebon menjadi sebuah kerajaan adalan Syarif Hidayat yang
terkenal dengan gelar Sunan Gunung Jati,
Demikian kurang lebihnya kesimpulan yang dapat
kami paparkan melihat dari uraian pembahasan pada makalah ini.
V.
PENUTUP
Demikian makalah yang
dapat kami sampaikan, kami sadar bahwa makalah ini kurang dari kesempurnaan.
Jika ada kesalahan dan kekurangan itu karena keterbatasan pengetahuan kami.
Maka dari itu kritik dan saran kami butuhkan demi kesempurnaan makala ini.
Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Amin
darori, Islam dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta:Gama Media, thn. 2002
Suharto Musyarifah, Sejarah Peradaban Islam
Indonesia, Jakarta:Raja Grafindo Persada, thn. 2005
Yatim
Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2008
M. lapidus Ira, Sejarah Sosial Umat Islam, Jakarta:Raja Grafindo
Persada, thn. 1999
[1] Darori Amin, Islam dan Kebudayaan Jawa,
Yogyakarta:Gama Media, thn. 2002, hal. 204
[2] Musyarifah Suharto, Sejarah Peradaban
Islam Indonesia, Jakarta:Raja Grafindo Persada, thn. 2005, hal. 194
[3] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,
Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2008,
hal. 194
[4] Ibid
[5] Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat
Islam, Jakarta:Raja Grafindo Persada, thn. 1999, hal.
[7] Ira M. Lapidus, hal. 325
[9] Badri Yatim, hal.212
[10] Badri Yatim, hal. 214
[11] Ibid
[13] Badri Yatim, hal.216
No comments:
Post a Comment