I.
Pendahuluan
Dari realita
yang ada, dan sering juga kita dengar tentang kasus suap menyuap, padahal telah
jelas dilarang dalam agama islam, telah dijelaskan dalam nash, yaitu al Quran
dan al hadits bahwa perbuatan suap menyuap itu diharamkan. Akan tetapi banyak
sekali orang yang melakukan perbuatan suap menyuap, biasanya didalam
pengadilan, di luar itupun masih banyak lagi, seperti untuk masuk sekolah yang
bonafit bukan hanya bermodal dengan nilai UN yang bagus akan tetapi uang tetap
ada di belakang semua itu, oleh karena itu kita sebagai umat islam, jauhilah
semua perbuatan yang tercela tersebut.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang hadits-hadits larangan suap
dan bagaimana pendapat beberapa ulama.
II.
Rumusan Masalah
A. Larangan Suap
B. Pendapat Ulama
III.
Pembahasan
A. Hadits Larangan Suap
Dalam
kitab bulughul maram telah dijelaskan haramnya suap menyuap, dan Allah pun melaknatnya, seperti dalam hadits berikut :
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: ( لَعَنَ رَسُولُ
اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم اَلرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ فِي اَلْحُكْمِ )
رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ, وَحَسَّنَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ
Artinya
: “Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi
wa Sallam melaknat penyuap dan penerima suap dalam masalah hukum. Riwayat Ahmad
dan Imam Empat. Hadits hasan menurut Tirmidzi dan shahih menurut Ibnu Hibban
َوَعَنْ عَبْدِ اَللَّهِ
بْنِ عَمْرِوٍ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- قَالَ: ( لَعَنَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى
الله عليه وسلم اَلرَّاشِي وَالْمُرْتَشِيَ ) رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ,
وَاَلتِّرْمِذِيُّ وَصَحَّحَهُ
Artinya
: “ Dari Abdullah Ibnu Amar Ibnu
al-'Ash Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
melaknat orang yang memberi dan menerima suap. Riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi.
Hadits shahih menurut Tirmidzi
Dalam
kedua hadits tersebut di atas telah diterangkan dengan jelas bahwasanya Allah
mengutuk orang yang memberi uang sogok dan yang menerimanya.
وعن
عمر وبن مرة قال سمعت رسول الله ص م يقولما من امام اووال يغلق بابه دون ذويالحاجة
ولخلة والمسكنة الا اغلق الله ابواب اسماء دون خلته وحاجته ومسكنته (رواه احمد و
الترمذي )
Artinya : “dan dari ‘ Amr bin Murrah,ai berkata :
“aku mendengar Rasulullah saw bersabda, tidak seorang imam punatau penguasa yang menutup pintunya terhadap
orang-orang yang berkepentingan, orang fakir dan miskin, melaikan allah akan
menutup pintu-pintu (rizki) dari langit terhadap kefakirannya,kebutuhannya dan
kemiskinanya.(H.R. Akhmad dan Tirmidzi)
وعن
ثوبان قال : لعن رسول الله صل الله عليه واله وسلم الراشى والمر تشى.والراش.يعن الدى
يمس بينهما. رواه احمد
)
“ Rasulullah mengutuk orang yang memberi uang sogok dan
yang menerimanya dan mereka yang menjadi perantara “.(H.R. Ahmad ; Al-Muntaqa
II: 935)
Kata
khallah itu sendiri seperti tersebut dalam kitab nihayah artinya ialah
kebutuhan dan kemiskinan. Tetapi kata ini di ma’thufkan (dihubungkan) dengan
kata sebelumnya yaitu “hajah” yang artinya lebih khusus. Dalam istilah nahwu disebut
“athful ‘am ‘alal khas”. Hadits ini menunjukan ketidak halalnya seorang kepala
(penguasa) menutup pintunya terhadap orang-orang yang berkepentingan, walaupun
itu orang yang kafir dan miskin.[1]
B. Pendapat Ulama
Menurut Ibnu Ruslan : masuk ke dalam larangan
memberi risywah ( uang sogok), larangan
member risywah kepada hakim, kepada petugas zakat. Perbuatan itu haram dengan
ijma’ ulama.
Abu Wa-il Syaqiq ibn Salamah, salah seorang
ulama tabi’in berpendapat bahwa apabila seorang hakim menerima hadiah, beratilah
dia menerima barang yang haram. Dan jika dia menerima risywah, sampailah dia
kederajat kufur.
Asy-Syaukany berkata : menurut zhahir hadits, segala hadiah yang
diberikan kepada hakim dan para pejabat yang mempunyai kewenangan adalah
risywah, karena hadiah-hadiah itu mengandung maksud yang tertentu, walaupun
yang menghadiahkan itu orang yang telah biasa member hadiah, sebelum orang
tersebut menjadi hakim atau pejabat.[2]
Asy-Syafi’y dan segolongan ulama berkata : janganlah hakim
mengadakan pengawal untuk menjaga pintu kamar kerjanya. Namun sebagian ulama
membolehkannya, untuk menjaga keselamatan hakim dan menentramkan suasana diluar
persidangan dan agar hakim dapat mengatur pekerjaannya. Rasulullah saw, sendiri
kadang-kadang tidak menerima sahabat yang ingin menemuinya.
Sebagian ulama berkata : tugas bawwab atau hajib (pengawal pintu
yang menentukan siapa boleh masuk dan siapa yang tidak boleh), ialah orang yang
memberitaukan kepada hakim-hakim tentang orang-orang yang akan menemuinya,
lebih-lebih kalau yang datang itu orang-orang terkemuka untuk keperluan perkara
bukan sekedar untuk mengunjungi hakim.
Al-Hafidh berkata : hendaklah hakim mendahulukan yang lebih dahulu
datang, kemudian yang sesudahnya dan begitulah seterusnya dan hendaklah
didahulukan orang musafir atas orang mukmin, khususnya jika musyafir itu perlu
segera berangkat, karna berada dalam suatu rombongan yang akan meneruskan
perjalanan. Dan hendaklah hadjib itu seorang yang kepercayaan, arif lgi baik
budi pekertinya.
Khadis-khadis ini dengan tegas mengharamkan hakim menerima uang dan
mengadakan penjaga-penjaga pintu yang menghalang-halangi orang-orang yang punya
kepentingan masuk ke kamar untuk menyampaikan keluhannya.
IV.
Kesimpulan
Dari uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa, perbuatan suap menyuap itu dilarang atau
(diharamkan), bagi yang melakukan perbuatan tersebut akan mendapat laknat dari
Allah swt, dan jangan salah gunakan harta allah dengan cara yang tidak benar, maka
mereka neraka dihari kiamat. Sebagai seorang penguasa berlakuadillah dalam
memutuskan suatu perkara.
V.
Penutup
Demikianlah makalah yang dapat saya susun, dan saya
menyadari bahwa di dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, untuk
itu apabila terdapat kesalahan dalam penulisan, saya mohon maaf. Semoga makalah
ini berguna bagi kita semua.
DAFTAR PUSAKA
Hamidy Mu’ammal dkk, Terjemahan Nailul Authar Himpunan
Hadist-hadis Hukum, Surabaya:
PT. Bina Ilmu, 1986.
Hasbi Ash Shiddeqy, Muhammad, Hadist-hadist hukum.
Semarang: Pustaka Rizki Putra,
2001, Hlm 480.
No comments:
Post a Comment