I.
PENDAHULUAN
Niat merupakan titik tolak dalam segala
amal perbuatan. Ia menjadi ukuran yang menentukan tentang baik dan buruknya
sesuatu perkataan atau perbuatan Fungsi dan peranan niat itu sangat penting,
sehingga sebagian ulama salaf mengatakan:
رب
عمل صغير معظمه النية ورب عمل كبير تصغره النية
“Kerap kali amal yang kecil menjadi besar karena baik
niatnya, dan kerap kali pula amal yang besar menjadi kecil karena salah niatnya”[1]
Niat, iradah atau qashad ialah dorongan
yang tumbuh dalam hati manusia, yang menggerakkan untuk melaksanakan amal
perbuatan atau ucapan. Adapun kedudukan niat akan dibahas dalan bab pembahasan.
Sedangkan apabila seseorang melaksanakan
amal perbuatan janganlah ia sertakan dalam
niatnya untuk selain Allah karena hal itu akan menjadi amal perbuatan
yang sia-sia, dan inilah yang dimaksud riya’ yang mana harus dijauhi oleh
seseorang ketika amalnya ingin diterima di sisi Allah.
II.
RUMUSAN
MASALAH
A. URGENSI NIAT
B. MENJAUHI PAMER
III.
PEMBAHASAN
A. URGENSI NIAT
Dalam
kitab Riyadhushshalihin karya Al-Imam, Al-Hafizh, Syaikhul Islam, Mukhyiddin,
Abu Zakariyya, Yahya bin Yusuf bin Muri bin Hasan bin Husain bin Muhammad bin
Jum’ah bin Hizam An-Nawawi disebutkan:
(1)- وعن أمير المؤمِنين
أبي حَفْصٍ عمرَ بنِ الخطابِ بنِ نُفَيْلِ بنِ عبدِ العُزّى بن رياحِ بنِ عبدِ اللهِ
بن قُرْطِ بن رَزاحِ بنِ عدِي بنِ كعب بنِ لُؤَيِّ بنِ غالبٍ القُرشِيِّ العَدويِّ
- رضي الله عنه - ، قالَ : سَمِعتُ رَسُولَ اللهِ - صلى الله عليه وسلم - ، يقُولُ
: (( إنّمَا الأَعْمَالُ بالنِّيّاتِ ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امرِىءٍ مَا نَوَى ، فَمَنْ
كَانَتْ هجرته إلى الله ورسوله ، فهجرته إلى الله ورسوله ، ومن كانت هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا
يُصيبُهَا ، أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكَحُهَا ، فَهِجْرَتُهُ إِلى مَا هَاجَرَ إِلَيْه
)) . مُتَّفَقٌ عَلَى صِحَّتِهِ . رَوَاهُ إمَامَا الْمُحَدّثِينَ ، أبُو عَبْدِ الله
مُحَمَّدُ بْنُ إسْمَاعيلَ بْن إبراهِيمَ بْن المُغيرَةِ بنِ بَرْدِزْبهْ الجُعْفِيُّ
البُخَارِيُّ ، وَأَبُو الحُسَيْنِ مُسْلمُ بْنُ الحَجَّاجِ بْنِ مُسْلمٍ الْقُشَيريُّ
النَّيْسَابُورِيُّ رضي اللهُ عنهما فِي صحيحيهما اللَّذَيْنِ هما أَصَحُّ الكُتبِ
المصنفةِ . ]رياض الصالحين [
__________
(1) - أخرجه : البخاري
1/2 ( 1 ) ، ومسلم 6/48 ( 1907 ) .
“Dari Amirul Mu’minin Abi Hafshin ‘Umar
bin Khaththab bin Nufail bin ‘Abdil ‘Uzzi bin Riyah bin ‘Abdillah bin Qurthi
bin Rozah bin ‘Adiy bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib Al-Qurosyiyyi Al-‘Adawi RA.
ia berkata, 'Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, 'sesungguhnya amal-amal
itu hanyalah dengan niatnya dan bagi setiap orang hanyalah sesuatu yang
diniatkannya. Barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul Nya, maka
hijrahnya kepada Allah dan Rasul Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya kepada
dunia, maka ia akan mendapatkannya. Atau, kepada wanita yang akan dinikahinya,
maka hijrahnya itu kepada sesuatu yang karenanya ia berhijrah.”
(Muttafaqun ‘Alaih) [Riyadhushshalihin 1/12]
Sedangkan dalam Shohih Bukhary di
sebutkan dengan redaksi yang sedikit berbeda:
حدثنا الحميدي عبد الله بن الزبير قال حدثنا
سفيان قال حدثنا يحيى بن سعيد الأنصاري قال أخبرني محمد بن إبراهيم التيمي أنه سمع
علقمة بن وقاص الليثي يقول سمعت عمر بن الخطاب رضي الله عنه على المنبر قال سمعت رسول
الله صلى الله عليه و سلم يقول : ( إنما الأعمال
بالنيات وإنما لكل امرىء ما نوى فمن كانت هجرته إلى دنيا يصيبها أو إلى امرأة ينكحها
فهجرته إلى ما هاجر إليه )]صحيح البخارى-كتاب بدء الوحي [
“Al-khumaidi
‘Abdullah bin Zubair menceritakan kepada kami, dia berkata bahwa Sufyan
menceritakan kepada kami, dia berkata bahwa Yahya bin Sa’id Al-Anshari
menceritakan kepada kami, dia berkata bahwa Muhammad bin Ibrahim At-Taimi telah
mengabarkan kepada saya bahwa dia mendengar dari Alqamah bin Waqash al-Laitsi,
ia berkata, "Saya mendengar Umar ibnul Khaththab r.a. (berpidato) di atas
mimbar, 'Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, 'sesungguhnya amal-amal itu
hanyalah dengan niatnya dan bagi setiap orang hanyalah sesuatu yang
diniatkannya. Barangsiapa yang hijrahnya
kepada dunia, maka ia akan mendapatkannya. Atau, kepada wanita yang akan
dinikahinya, maka hijrahnya itu kepada sesuatu yang karenanya ia berhijrah."
Dalam kitab Arba’in
Nawawi juga disebutkan:
[ عن أمير المؤمنين أبي
حفص عمر بن الخطاب رضي الله تعالى عنه قال : سمعت رسول الله صلى الله تعالى عليه وعلى
آله وسلم يقول : إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرئ ما نوى فمن كانت هجرته إلى الله
ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها أو امرأة ينكحها فهجرته
إلى ما هاجر إليه ]
رواه
إماما المحدثين : أبو عبدالله محمد ابن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبه البخاري
وأبو الحسين مسلم ابن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري : في صحيحيهما اللذين هما
أصح الكتب المصنفة
(اربعون النووية)
Dari Amirul Mu’minin,
Abi Hafs Umar bin Al Khottob radiallahuanhu, dia berkata: Saya mendengar
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya setiap
perbuatan tergantung niatnya. Dan
sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang
dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah
dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa
yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin
dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.
(Riwayat
dua imam hadits, Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Al Mughirah
bin Bardizbah Al Bukhori dan Abu Al Husain, Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al
Qusyairi An Naisaburi dan kedua kitab Shahihnya yang merupakan kitab yang
paling shahih yang pernah dikarang). [Arba’in Nawawi 1/1]
a. Takhrijul Hadist
Hadits
ini diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhary no. 1, 54, 2529, 3898, 5070, 6689 dan
6953, Imam Muslim no. 1907, 3530 dan lain-lain dari jalan Yahya bin Sa’id
Al-Anshory dari Muhammad bin Ibrahim at-Taimy dari ‘Alqomah bin Waqqosh
Al-Laitsy dari ‘Umar ibnul Khoththob radhiallahu ‘anhu.
Dari
konteks sanadnya kita bisa melihat bahwa hadits ini adalah hadits ahad atau lebih tepatnya ghorib
karena tidak ada yang meriwayatkan hadits ini secara shohih dari Nabi
Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam kecuali ‘Umar, tidak ada yang
meriwayatkan hadits ini dari ‘Umar kecuali ‘Alqomah, tidak ada yang
meriwayatkan hadits ini darinya kecuali Muhammad bin Ibrahim dan tidak ada yang
meriwayatkan hadits ini darinya kecuali Yahya.
b. Asbabul Wurud
1. Imam Nawawi dalam kitabnya Syarah Muslim
menyebutkan:
أَنَّهُ جَاءَ
أَنَّ سَبَب هَذَا الْحَدِيث أَنَّ رَجُلًا هَاجَرَ لِيَتَزَوَّج اِمْرَأَة يُقَال
: لَهَا أُمّ قَيْس ، فَقِيلَ لَهُ : مُهَاجِر أُمّ قَيْس
(شرح
النووي-كتاب الامارة)
“Sesungguhnya
telah datang bahwa sebab keluarnya hadits ini adalah tentang seorang lelaki
yang berhijrah hanya untuk menikahi seorang wanita yang bernama Ummu Qois maka
diapun dipanggil dengan sebutan Muhajir Ummu Qois (Orang yang berhijrah karena
Ummu Qois)”
2. Ibnu Daqiq Al-‘Id menyebutkan dalam Syarah
Arba’in Nawawinya:
وهذا
لحديث ورد على سبب أن رجلاً هاجر من مكة إلى المدينة ليتزوج امرأة يقال لها أم قيس
لا يريد بذلك فضيلة الهجرة فكان يقال له مهاجر أم قيس
“Hadits ini
memang muncul karena adanya seorang lelaki yang ikut hijrah dari Makkah ke
Madinah untuk mengawini perempuan bernama Ummu Qais. Dia berhijrah tidak untuk
mendapatkan pahala hijrah karena itu ia dijuluki Muhajir Ummu Qais”(Syarah
Arba’in Nawawi 1/9)
c. Komentar Para Ulama
1. Dalam Syarah Muslin
disebutkan:
قَالَ الْحُفَّاظ
: وَلَمْ يَصِحّ هَذَا الْحَدِيث عَنْ النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
إِلَّا مِنْ رِوَايَة عُمَر بْن الْخَطَّاب ، وَلَا عَنْ عُمَر إِلَّا مِنْ رِوَايَة
عَلْقَمَة بْن وَقَّاص ، وَلَا عَنْ عَلْقَمَة إِلَّا مِنْ رِوَايَة مُحَمَّد بْن إِبْرَاهِيم
التَّيْمِيِّ ، وَلَا عَنْ مُحَمَّد إِلَّا مِنْ رِوَايَة يَحْيَى بْن سَعِيد الْأَنْصَارِيّ
، وَعَنْ يَحْيَى اِنْتَشَرَ فَرَوَاهُ عَنْهُ أَكْثَر مِنْ مِائَتَيْ إِنْسَان أَكْثَرهمْ
أَئِمَّة
(شرح
النووي-كتاب الامارة)
“Al-Huffadzs
berkata: tidak ada yang meriwayatkan hadits ini secara shohih dari Nabi
Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam kecuali diriwayatkan oleh Umar bin
Khaththab, dari Umar hanya diriwayatkan oleh ‘Alqamah bin Abi Waqash, kemudian
hanya diriwayatkan oleh Muhammad bin Ibrahim At Taimi, dan selanjutnya hanya
diriwayatkan oleh Yahya bin Sa’id Al Anshari, kemudian dari Yahya hadist ini
menjadi tersebar hingga Lebih dari 200 orang rawi yang meriwayatkannya dan
kebanyakan mereka adalah para Imam.”
2.
Imam
Ibnu Daqiq Al-‘Id berkata dalam Syarh Arbain An-Nawawi :
هذا
حديث صحيح متفق على صحته وعظيم موقعه وجلالته وكثرة فوائده
“Ini adalah
hadits shohih yang disepakati akan keshohihannya, besar kedudukan dan
keagungannya, serta banyak faedahnya”.
وهو
أحد الأحاديث التي عليها مدار الإسلام وقال الإمام أحمد والشافعي رحمهما الله : يدخل
في حديث الأعمال بالنيات ثلث العلم قاله البيهقي وغيره وسبب ذلك أن كسب العبد يكون
بقلبه ولسانه وجوارحه والنية أحد الأقسام الثلاثة وروى عن الشافعي رضي الله تعالى عنه
أن قال : يدخل هذا الحديث في سبعين بابا من الفقه وقال جماعة من العلماء : هذا الحديث
ثلث الإسلام
“Hadits ini
salah satu pokok penting ajaran islam. Imam Ahmad dan Imam Syafi’I berkata :
“Hadits tentang niat ini mencakup sepertiga ilmu.” Begitu pula kata imam
Baihaqi dll. Hal itu karena perbuatan manusia terdiri dari niat didalam hati,
ucapan dan tindakan. Sedangkan niat merupakan salah satu dari tiga bagian itu.
Diriwayatkan dari Imam Syafi’i, “Hadits ini mencakup tujuh puluh bab fiqih”,
sejumlah Ulama’ mengatakan hadits ini mencakup sepertiga ajaran islam.”
B. MENJAUHI PAMER
Riya atau pamer
merupakan tindakan yang tercela dalam agama, sebagaimana Allah SWT berfirman:
×@÷uqsù ú,Íj#|ÁßJù=Ïj9 ÇÍÈ tûïÏ%©!$# öNèd `tã öNÍkÍEx|¹ tbqèd$y ÇÎÈ tûïÏ%©!$# öNèd crâä!#tã ÇÏÈ tbqãèuZôJtur tbqãã$yJø9$# ÇÐÈ
Artinya: “4. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang
shalat, 5. (yaitu) orang-orang yang
lalai dari shalatnya, 6. Orang-orang
yang berbuat riya[1603], 7. Dan enggan
(menolong dengan) barang berguna[1604].” (Q.S. Al-Ma’un :4-6)
[1603]
riya ialah melakukan sesuatu amal perbuatan tidak untuk mencari
keridhaan Allah akan tetapi untuk mencari pujian atau kemasyhuran di
masyarakat.
[1604]
sebagian Mufassirin mengartikan: enggan membayar zakat.
Dalam Shahih Muslim disebutkan:
حدثني زهير بن حرب حدثنا إسماعيل بن إبراهيم
أخبرنا روح بن القاسم عن العلاء بن عبدالرحمن بن يعقوب عن أبيه عن أبي هريرة قال: قال
رسول الله صلى الله عليه و سلم قال الله تبارك وتعالى أنا أغنى الشركاء عن الشرك من
عمل عملا أشرك فيه معي غيري تركته وشركه
صحيح
المسلم- في كتاب الزهد والرقائق-باب من أشرك في عمله غير الله ( وفي
نسخة باب تحريم الرياء )
“Zuhair bin Harb menceritakan kepada saya, bahwa Isma’il bin
Ibrahim mengabarkan kepada kami Rauh bin Qoshim dari ‘Alla bin ‘Abdir Rahman
dari Ya’kub dari Ayahnya dari Abi Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah SAW
bersabda: “Allah SWT berfirman: Aku adalah Dzat Yang Maha Kaya dari apa yang
dipersekutukan dengan Ku, Barangsiapa yang beramal, yang mana dalam beramal dia
menyekutukan-Ku dengan selain-Ku, maka Aku meninggalkannya dan membiarkan dia
syirik”
Maksud dari hadist ini ialah bahwa barangsiapa yang beramal kepada
Allah namun niatnya bukan karena Allah, maka Allah tidak akan menerima amal
orang tersebut, bahkan didalam syarah shahih muslim disebutkan أن
عمل المرائي باطل لا ثواب فيه ويأثم به (sesungguhnya amalnya orang yang riya adalah
suatu kebatilan, tidak ada pahalnya sedikitpun bahkan dia berdosa atas amalnya
tersebut).
Adapun hakekat dari riya itu sendiri adalah adanya keinginan atau
motifasi dari si muro’i dalam menjalankan ibadah kepada Allah SWT untuk
mendapatkan keuntungan atau kepentingan duniawi dari sesama hamba Allah, baik
berupa sanjungan maupun yang lainnya yang diharapkan dari si muro’i tersebut.[2]
Orang yang berlaku riya’, amalnya sama dengan orang-orang yang
menyekutukan Allah. Sebagaimanaa sabda Nabi S’AW:
من صلى يرائ فقد اشرك ومن صام يرائ فقد اشرك ومن تصدق يرائ فقد اشرك فان الله عز
وجل يقول "انا خير قسيم لمن اشرك بى شيئا فان عمله قليله وكثيره
لشريكه الذى اشرك به و انا عنه غني "
“Barangsiapa yang shalat dengan riya,
sesungguhnya ia telah melakukan syirik, barangsiapa yang puasa dengan riya’,
sesungguhnya ia telah melakukan syirik, dan barangsiapa yang bersedekah dengan
riya’, sesungguhnya ia telah melakukan syirik. Karena Allah ‘Azza wa Jalla
berfirman: “Aku adalah Penentu yang terbaik bagi orang-orang yang telah
menyekutukan sesuatu kepada-Ku. Amal perbuatannya yang sedikit maupun yang
banyak adalah untuk yang disekutukan si syarik, sedangkan Aku sama sekali tidak
membutuhkannya”.
Sedangkan apabila seseorang akan melaksanakan suatu ibadah, yang
mana niatnya itu bukan karena riya, namun khawatir ketika ia melakukan ibadah
tersebut godaan riya akan menghampiri, maka orang tersebut harus tetap
melaksanakan ibadah tersebut. Karena, jika ia meninggalkan ibadah tersebut,
syetan akan bergembira ria, karena ia berhasil menggoda hamba yang akan
melaksanakan ibadah, sehingga hamba tersebut meninggalkan amal ibadahnya.[3]
Karena itu, sebagian Ulama Sufi ada yang mengatakan, bahwa riya
adalah meninggalkan ibadah yang niatnya karena
dilihat oleh mahluk, sedangkan melakukannya karena mahluk merupakan
suatu kemunafikan.[4]
Namun,
apabila diketahui bahwa orang yang beramal shaleh secara terang-terangan
dilihat oleh manusia dengan tujuan agar yang melihatnya dapat mencontoh, maka
itu tidak masuk dalam kategori riya’.[5]
IV.
KESIMPULAN
Dari
paparan makalah di atas dapat kami konsklusikan bahwa niat merupakan suatu awal
di mana seseorang akan melaksanakan amal yang ta’abbudi maupun non ta’abbudi.
Hasil suatu amal akan dapat dinikmati apabila niat itu sendiri diawali dengan
niat yang baik dan benar.
Sedangkan
riya’ merupakan awal niat yang mana dikarenakan adanya
keinginan atau motifasi dari seseorang dalam menjalankan suatu amal
untuk mendapatkan keuntungan atau kepentingan duniawi dari sesama hamba Allah,
baik berupa sanjungan maupun yang lainnya yang diharapkan dari si muro’i.
Sedangkan apabila seseorang akan melaksanakan suatu ibadah, yang
mana niatnya itu bukan karena riya, namun khawatir ketika ia melakukan ibadah
tersebut godaan riya akan menghampiri, maka orang tersebut harus tetap
melaksanakan ibadah tersebut. Karena, jika ia meninggalkan ibadah tersebut,
syetan akan bergembira ria, karena ia berhasil menggoda hamba yang akan
melaksanakan ibadah, sehingga hamba tersebut meninggalkan amal ibadahnya.
Kemudian
perlu diketahui, bahwa orang yang beramal shaleh secara terang-terangan dilihat
oleh manusia dengan tujuan agar yang melihatnya dapat mencontoh, maka itu tidak
masuk dalam kategori riya’.
V.
PENUTUP
Mengakhiri makalah ini, kami
menghaturkan segala puji dan keagungan kepada Alloh Yang Maha Tinggi lagi Maha
Kuasa. Dialah yang telah memberi anugerah pertolongan kepada kami. Tanpa
pertolongan itu, tentu makalah ini tidak akan terwujud. Dengan rendah hati kami
berdo’a kepada Alloh, mudah-mudahan Dia menjadikan jerih payah ini sebuah amal
jariyah yang ikhlas, untuk dan karena-Nya semata. Dia Maha Tinggi lagi Maha
Mulia. Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi semua, dan dicatat sebagai
pahala. Dialah sebaik-baik Penguasa dan sebaik-baik Pemberi pertolongan.
Mudah-mudahan Alloh melimpahkan rahmat-salam kepada panutan alam beliaulah
Muchammad S’AW, serta kepada segenap keluarga, sahabat dan para pengikut beliau
hingga hari kiamat.
DAFTAR PUSTAKA
المكتبة الشاملة
Abu
Bakar Jabir Al-Jazairy, Pedoman dan Program Hidup Muslim. CV. Toha
Putra, Semarang. Hlm. 115.
Al-Imam
Abu Hamid Al-Ghazali, Mukhtashar Ihya ‘Ulumud Din, terj. Bahrun Abu
Bakar. Sinar Baru Algesindo, Bandung. 2009. Hlm. 378.
M.Ali
Usman, A. A. Dahlan, M.D. Dahlan, Hadist
Qudsi, C.V. Diponegoro. Bandung.1984. Hlm. 280.
[1] M.Ali
Usman, A. A. Dahlan, M.D. Dahlan, Hadist
Qudsi, C.V. Diponegoro. Bandung.1984. Hlm. 280.Hlm. 275
[2] Abu Bakar Jabir
Al-Jazairy, Pedoman dan Program Hidup Muslim. CV. Toha Putra, Semarang.
Hlm. 115.
[3] Al-Imam Abu Hamid
Al-Ghazali, Mukhtashar Ihya ‘Ulumud Din, terj. Bahrun Abu Bakar. Sinar
Baru Algesindo, Bandung. 2009. Hlm. 378.
[4] ibid.
[5] M.Ali Usman, A. A. Dahlan, M.D. Dahlan, Hadist Qudsi, C.V.
Diponegoro. Bandung.1984. Hlm. 280.
No comments:
Post a Comment