INTEGRASI
ANTARA ZAKAT DAN PAJAK
MAKALAH
Guna
Memenuhi Tugas
Mata Kuliah:
Pengantar Studi Islam
Dosen
Pengampuh:
Prof.
Mujiono M.A.H
Disusun
Oleh:
Khasanudin
(102111025)
AHWALUS
SYAHSIYAH
FAKULTAS
SYARI’AH
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2010
INTEGRASI
ANTARA PAJAK DAN ZAKAT
A.Fokusing Masalah
Zakat merupakan salah satu kewajiban umat islam, sebagaimana tersebut dalam
rukun islam yang keempat. Zakat menjadi sumber dana bagi kesejahteraan umat
terutama untuk mengentaskan dari kemiskinan dan menghilangkan kesenjangan
sosial.[1]
Dalam sejarah islam, zakat dan pajak pernah diterapkan secara bersamaan. Dalam
literatur fiqh dan sejarah ditemukan istilah kharaj, jizyah, dan ushr.
Bahkan Abu Yusuf, salah seorangpemuka mazhab Hanafi, menulis karya yang
bertajuk Al-Kharaj yang membahas persoalan pajak dan tanah.
Ironisnya,
pajak sebagai sumber penerimaan negara mengalami penguatan, sementara zakat
mengalami kemunduran dan dianggap sebagai menjadi tanngung jawab pribadi
masing-masing individu muslim. Hal ini diperparah lagi dengan hancurnya
kekhalifahan islam dan munculnya nation state akibat kolonialisme. Atas dasar
itu ada beberapa ulama yang melakukan kajian kritis yang berusaha melaksanakan
integrasi zakat dan pajak sebagai salah satu instrumen dalam kebijakan fiskal
pada sebuah negara yang berpenduduk muslim. Namun ada pula ulama yang berpendapat
tidak perlunya integrasi zakat dan pajak dengan alasan dan hujjah
masing-masing.
B. Pemetaan Pendapat
Ada beberapa ulama yang berpendapat bolehnya pengintegrasian zakat dan
pajak diantaranya pendapat Imam Nawawi, ia berkata: “Sepakat para ulama
sysfi’iyyah bahwa kharraj yang dipungut secara zalim tidak menempati kedudukan
sebagai usyur (pungutan 1/10). Apabila Sultan memungutnya sebagai ganti dari
usyur, mengenai gugurnya kewajiban dari orang tersebut terjadi beberapa
perbedaan pendapat. Pendapat yang paling benar ialah yang menyatkan gugurnya
kewajiban tersebut, dan bila pembayarannya tidak mencapai 1/10 maka ia wajib
membayar kekurangannya. Dalilnya ialah pemungutan kharaj dari tanah itu 1/10 ,
sedangkan kewajiban zakat ialah 1/10. Oleh karena itu pembayaran kharraj 1/10
itu dianggap sebagia ganti pembayaran zakat yang besarnya juga 1/10, dan baik
kharraj maupaun zakat keduanya untuk kepentingan umum.
Sedangkan
menegaskan Ibnu Taimiah :”Yang dipungut oleh imam dengan nama muks (pajak),
boleh membayarnya dengan niat zakat dan gugurlah kewajibanya meski tidak dengan
sifat zakat. Dan menurut Masdar F
Mas’udi “Pemisahan antara lembaga zakat dan lembaga pajak adalah satu hal yang
sesat dan menyesatkan. Karena konsep zakat adalah konsep pajak yang harus
digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, tanpa memandang agama,
suku, serta bangsa. Pada dasarnya, hakekat membayar zakat dan pajak pada saat
ini sama saja, hanya saja tidak disadari. Oleh kaena itu, setiap orang yang
membayar pajak harus disertai dengan niat membayar zakat, kemudian setelah itu
harus melakukan kontrol terhadap negara agar dana tersebut tidak diselewengkan.
Berbeda
dengan pendapat tersebut ada beberapa ulama yang kontra dengan integrasi zakat
dn pajak. Diantaranya Syekh Ulaith, dalam fatwa Syech Ulaith dari mazhab Maliki
disebutkan, bahwa ia memberi fatwa mengenai orang yang memiliki satu nisab
ternak. Kemudian dikenakan padanya pungutan denagn uang dalam jumlah tertentu
setiap tahun bukan atas nama zakat. Apakah ia boleh berniat zakat dan apakah
kewajiban zakatnya menjadi gugur atau tidak? Syekh itu menjawab: “Ia tidak
boleh berniat zakat dan apabila ia beniat zakat, kewjibannya tidak gugur,
sebaimana difatwakan oleh Nasir al-Laqani al-Hattab.
Lalu
Syekh Abu Zahra yang mengemukakan ;”Kami berpendapat bahwa pajak-pajak itu
sampai sekarang tidak memiliki nilai-nilai khusus yang dapat memberikan
jamininan sosial, padahal tujuan pokok zakat adalah menanggulangi kebutuhan
sosial. Itulah mula-mula yang menjadi tuntunan zakat. Zakat dapat memenuhi
tuntutan pajak, akan tetapi pajak tidak mungkin dapat memenuhi tuntutan zakat,
karena pajak tidak menaggulangi kebutuhan fakir miskin yang menuntut untuk
dipenuhi.
Sedangkan
menurut Yusuf Qardhawi dalam bukunya Fiqh Zakat, Ia menganggap zakat dan pajak
sebagai sesuatu yang berbeda dan tidak dapat disatukan, bahkan Qardhawi
membolehkan adanya pajak disamping zakat.
C. Argumentasi Pendapat
Dalam argumentasi pendapat dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
kelompok yang pro dan kontra terhadap ingtegralisasi zakat dan pajak. Argumen
mereka yang pro secara garis besar yaitu : mereka memandang membayar zakat dan
pajak sebagai suatu hal yang mudharat karena tidak sesuai dengan kemaslahatan
dan harus dihindarkan dan spirit zakat itu sama dengan spirit pajak yang
sepenuhnya dipergunakan untuk
kesejahteraan rakyat dan operasional negara sebaiman pada masa pemerintahan
Rasullah SAW, yaiutu dikelolah sepenuhnya oleh negara dan dengan memasuakn
spirit zakat ke dalam spirit pajak, maka konsep keadialan dan kesejahteraan
masyarakat akan tercapai
Sedangkan
argumen yang digunakan ulama yang menentang integrasi zaat dan pajak yaitu:
zakat tidak dapat dicukupi oleh pajak. Mereka juga membenarkan kesulitan yang
dibebani oelh umat islam kerena dualisme zakat dan pajak, akan tetapi hal ini
sesuai dengan ketentuan syariah dan akan menjamin kelestarian kewajiban
tersebut dan mengekalkan hubungan antar muslim melalui zakat, sehingga zakat
tidak dapat dihapus dan diganti nama pajak dan pajak tak dapat dihilangkan
begitu saja
D. Analisis Pendapat
Dari
beberapa pendapat diatas, masing-masing pendapat mempunyai kelebihan dan
kekurangan masing-masing. Kelebihan dari pihak yang pro yaitu: integrasi zakat
dan pajak merupakan sebuah metode istislah yang memandang integrasi zakat dan
pajak merupakan kemaslahatan umat dan antara zakat dan pajak mempunyai beberapa
titik persamaan diantaranya:
- Zakat dan pajak mempunyai unsur-unsur paksaan dan kewajiban
- Zakat dan pajak pada dasarnya sama-sama diserahkan kepada lembaga masyarakat (negara)
- Di antara ketentuan pajak, ialah tidak adanya imbalan tertentu. Para wajib pajak menyerahkan pajaknya selaku anggota masyarakat. Iia hanya memperoleh berbagai fasilitas untuk dapat melangsungkan usaha atau pekerjaanya. Demikian halnya dengan zakat, muzakki tidak memperoleh suatu imbalan. Ia hanya memperoleh lindungan, solidaritas, dan penjagaan dari masyarakatnya.
- Apabila pajak pada masa modern mempunyai tujuan kemasyarkatan , ekonomi dan politik disamping tujuan keuangan, maka zakat pun mempunyai yang lebih jauh dan jangkauan aspeknya yang lebih luas.
Sedangkan kekurangan integrasi
zakat dan pajak ialah dalam penentuan nisab zakat dan pajak tidak dapat
disamakan karena penentuan besar zakat akan selalu sama berbeda dengan
penentuan pajak yang selau berubah sesui dengan kondisi wajib pajak.
Begitu juga dengan pihak yang
kontra terhadap integrasi zakat dan pajak mempunyai kelebihan dan kelemahan.
Diantara kelebihanya ialah bagi muzakki yang mempunyai harta kurang dari satu
nisab dapat bebas kewajiban zakat, berbeda jika pajak dan zakat disatukan maka
bagi para muzakki yang belum mencapai satu nisab ia akan terkena wajib pajak.
Lalu antara zakat dan pajak terdapat perbedaan dalam beberapa aspek,
diantaranya:
1.Dari segi nama dan
etiketnya. Kata zakat menurut bahasa bearti suci, tumbuh, dan berkah. Sedangkan
kata dharibah (pajak) yang diambil dari kata dharaba yang artinya utang, pajak
tanah, upeti. Yaitu sesuatu yang mesti dibayar, seperti yang terkandung dalam
Al-Qur’an:
Artinya: “Dan timpakanlah
atas mereka kehinaan dan kemiskinan”
Adapun kata zakat dan makna
yang terkandung didalamnya, mengisyaratkan bahwa harta yang ditimbum dan yang
dipergunakan untuk kesenangan dirinya serta tidak dikeluarkan hak yang
diwajibkan Allah atasnya, akakn menjsdi harta yang kotor dan najis. Harta
tersebut menjadi suci bila kita berzakat dan untuk menghilangkan segala
kekotoran , sifat tamak dan kikir.
2.Mengenai hakikat dan
tujuannya
Zakat adalah ibadah yang
diwajibkan kepada orang islam, sebagai tanda syukur kepada allah. Adapun pajak
adalah kewajiban dari negara semata-mata yang tak ada hubungannya dengan makna
ibadat dan pendekatan diri.
3.Mengenai pengeluarannya
Zakat mempunyai sasaran yang
pasti dalm menentukan sasaranya, sedangkan pajak hanya untuk
pengeluaran-pengeluaran umum negara, sebagaimana ditetapkan pengaturanya oleh
penguasa.
4.Maksud dan tujuan
Zakat mempunyai tujuan
spiritual yang lebih luhur ketimbang pajak, seperti yang ditegaskan dalam
Al-Qur’an yag artinya: “Ambillah sedekah dari sebagian harta mereka, dengan
sedekah itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah mereka,
sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Kata doa
adalah doa yang disunnatkan diucapkan oleh amil zakat, namun ada pula yang
menganggap wajib karena ayat tersebut menunjukan perintah dan perintah
merupakan sebuah kewajiban.
Pajak tidaklah memiliki tujan
luhur seperti zakat. Para ahli keuangan berabad-abad lamanya menolak adanya
tujuan lain dari pajak selain menghasilkan pembiayaan (uang), untuk mengisi kas
negara (madzab netral pajak). Setelah berkembangnya zaman fungsi pajak pun
berkembang menjadi alat untuk mencapai tujuan ekonomi dan sosial tertentu.
Sedangkan kelamahan dari
pihak yang kontra terhadap integrasi zakat dan pajak diantaranya:
Dan larangan berzakat dua
kali seperti hadits Rasulullah SAW.
Artinya:
“Tak ada dua kali dalam sedekah”
Kata
Thunaya, menurut Abu Ubaid adalah janganlah sedekah itu dipungut dalam satu
tahun dua kali, selanjutnya menurut Ibnu Qudaimah menerapkan bahwa menurut
hadits itu tidak boleh mewajibkan dua kali zakat dalam satu tahun dengan satu
sebab. Hal ini dikenal dalam studi perpajakan dan keuangan dengan nama” laranga
pajak double”.
E. Penyebab Perbedaan
Pendapat
Menurut
hemat kami, penyebab perbedaan pendapat antara pihak yang pro dan kontra
terhadap integrasi zakat dan pajak adalah sejarah historis para ulama yang berbeda-beda dan cara pandang masing-masing
ulama yang dipengaruhi zaman yang berkembang. Dan adanya pemikiran-pemikiran
kritis yang dikemukakan para ulama yang pro terhadap integrasi zakat dan pajak
yang sedang menjadi wacana merupakan sebuah pukulan balik bagi para ulama yang
kontra. Selain penyebab perbedaan pendapat yang dikemukakan diatas, para ulama
yang pro maupun yang kontra bebbeda dalam penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an dan
beberapa hadist. Begitu juga dengan metode istislah yang digunakan oleh ulama
yang pro dengan integrasi zakat dan pajak, namun ditentang dengan perbedaan
antara fungsi, tujuan, dan makna antara zakat dan pajak.
F. Hikmah Perbedaan Pendapat
Hikmah
utama dari pebedaan pendapat tersebut ialah antara umara, ulama, dan masyarakat
suatu wilayah atau negara dapat memilih, apakah akan mengintegrasikan zakat dan
pajak sebagai kebijakan fiskal dengan alasan demi meringankan beban masyarakat
atau tidak menggunakan integrasi zakat dan pajak sebagai kebijakan fiskal dalam
kata lain berarti memisahkan antara pajak dan zakat dengan berbagai kelebihan
yang telah dikemukakan. Dalam hadist nabi
Artinya:”Perbedaan
umatku adalah rahmat”
Dalam
hadist ini Nabi Muhammad SAW menegaskan bahwa perbedaan umat Beliau adalah
sebuah rahmat, dan itu artinya umat islam boleh berbeda pendapat namun dalam
hal syari’ah, berbeda jika dalam hal tauhid, maka perbedaan tersebut lebih
cenderung kearah pertentangan keyakinan dan berakibat pada hal-hal yang berbau
anarkis.
G. Apresiasi Pendapat
Dari
beberapa pendapat yang dikemukan diatas, menurut saya pihak yang pro tehadap
integrasi zakat dan pajak mempunyai hujjah yang kuat dalam metode istislah,
namun lemah jika integrasi zakat dan pajak dikaitkan dengan hujjah yang
dikemukan oleh pendapat yang kontra dengan integrasi zakat dan pajak kerena
sasaran, tujuan, dan makna antara zakat dan pajak sangat berbeda walau ada
beberapa aspek yang menyamakan antara zakat dan pajak.
Masing
mempunyai kelemahan dan kelebihan sendiri-sendri namun apabila
kelebihan-kelebihan dari masing-masing pendapat dapat disatukan insya Allah
akan menciptakan sebuah hukum yang progesif serta mementingkan kemaslahatan
ummat.
Integrasi
pajak dan zakat seyogyanya dilakukan di indonesia karena ada 2 beban kewajiban
umat muslim yaitu membyar paja dan zakat. Dengan cara peintergrasian pajak dan
zakat maka beban tersebut dapat dikurangi dan akan meringankan umat islam
terutama dinegara islam yang berideologi positivisme. Sedangkan jika pajak dan
zakat dipisahkan seperi yang terjadi sekarang ini maka umat muslim cenderung melupakan
zakat terutama zakat maal dikarenakan anggapan mereka yang mengangap pajak dan
zakat adalah sama.
H. Natijah
Dalam
menentukan hukum pengintegrasian zakat dan pajak terdapat dua pihak yang saling
berlawan namun saya kira mempunyai mempunyai cita-cita yang sama yaitu demi
kemaslahatan umat. Sesungguhnya perbedaan pendapat dalam hal integrasi zakat
dan pajak pada masa sekarang belum dapat mencapai sebuah kata sepakat, karena
antara pihak yang pro dan kontra mempunyai hujjah dan dasar sendiri-sendiri.
Mungkin dengan penggabungan kelebiahan antara piahak yang pro dengan pihak yang
kontra akan menciptakan suatu hukum yang progresif dan dapat menjamin
kemaslahatan ummat yang kami sebut “Zakat pajak”.
Yaitu
apabila zakat dan pajak diintegrasikan tapi dengan aturan dan pelaksanaan yang
berbeda dari pelaksanaan pajak pada saat ini, aturan dan pelaksanaan integrasi
zakat dan pajak tidak keluar dari hukum islam yang hak. Misalnya dalam integrasi
zakat dan pajak dalam hal besarnya biaya pungutan dan pihak-pihak yang menerima
zakat pajak tersebut. Zakat pajak tersebut tidak lagi memungut zakat pajak dari
orang yang belum mencapai satu nisab dan pungutan tersebut harus bersifat adil
dan transparan. Sedangkan dalam hal pembagian zakat pajak tidak lagi hanya sektor-sektor
negara yang yang dibiayai oleh negara nmun juga sektor kemaslahatan dan
kesejahteraan ummat. Seperti pemberdayaan faqir miskin agar dapat sejahtera dan
melepas status faqir miskin mereka dengan sendirinya, dengan sedikit bantuan
dari masyarakat yang berupa sedekah. Jadi dengan sedekah interaksi antara si
miskin dan si kaya masih terjalin dengan baik walau telah terjadi
pengintegrasian zakat dan pajak.
Daftar
Pustaka
Ali, Nurudin Mhd, 2006, Zakat sebagai instrumen
dalm kebijakan fisal Jakarta: PT. Rja Grafido Persada.
Al-Qardhawi, Yusuf. 1993. Hukum Zakat, Edisi
terjemah. Bogor: Litera AntarNusa.
Mas’udi, Masdar F, 1993, Agama Keadilan: Risalah
Zakat (Pajak) dalam Islam,
Jakarta: P3M.
Rusli, Achyar, 2005, Zakat=Pajak, Jakarta:Redana.
Arifah, Siti, “Konstitusi Negara Berbicara “Zakat Mengurangi
PenghasilanKenaPajak”,http://www.pkpu.or.id/artikel.php?=20&no15.
No comments:
Post a Comment