Menu

Thursday, 31 May 2012

makalah tentang integrasi antara zakat dan pajak




INTEGRASI ANTARA ZAKAT DAN PAJAK

MAKALAH

Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Pengantar Studi Islam
Dosen Pengampuh:
Prof. Mujiono M.A.H





Disusun Oleh:
Khasanudin (102111025)


AHWALUS SYAHSIYAH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2010




INTEGRASI ANTARA PAJAK DAN ZAKAT

A.Fokusing Masalah

       Zakat merupakan salah satu kewajiban umat islam, sebagaimana tersebut dalam rukun islam yang keempat. Zakat menjadi sumber dana bagi kesejahteraan umat terutama untuk mengentaskan dari kemiskinan dan menghilangkan kesenjangan sosial.[1] Dalam sejarah islam, zakat dan pajak pernah diterapkan secara bersamaan. Dalam literatur fiqh dan sejarah ditemukan istilah kharaj, jizyah, dan ushr. Bahkan Abu Yusuf, salah seorangpemuka mazhab Hanafi, menulis karya yang bertajuk Al-Kharaj yang membahas persoalan pajak dan tanah.
        Ironisnya, pajak sebagai sumber penerimaan negara mengalami penguatan, sementara zakat mengalami kemunduran dan dianggap sebagai menjadi tanngung jawab pribadi masing-masing individu muslim. Hal ini diperparah lagi dengan hancurnya kekhalifahan islam dan munculnya nation state akibat kolonialisme. Atas dasar itu ada beberapa ulama yang melakukan kajian kritis yang berusaha melaksanakan integrasi zakat dan pajak sebagai salah satu instrumen dalam kebijakan fiskal pada sebuah negara yang berpenduduk muslim. Namun ada pula ulama yang berpendapat tidak perlunya integrasi zakat dan pajak dengan alasan dan hujjah masing-masing.

B. Pemetaan Pendapat

      Ada beberapa ulama yang berpendapat bolehnya pengintegrasian zakat dan pajak diantaranya pendapat Imam Nawawi, ia berkata: “Sepakat para ulama sysfi’iyyah bahwa kharraj yang dipungut secara zalim tidak menempati kedudukan sebagai usyur (pungutan 1/10). Apabila Sultan memungutnya sebagai ganti dari usyur, mengenai gugurnya kewajiban dari orang tersebut terjadi beberapa perbedaan pendapat. Pendapat yang paling benar ialah yang menyatkan gugurnya kewajiban tersebut, dan bila pembayarannya tidak mencapai 1/10 maka ia wajib membayar kekurangannya. Dalilnya ialah pemungutan kharaj dari tanah itu 1/10 , sedangkan kewajiban zakat ialah 1/10. Oleh karena itu pembayaran kharraj 1/10 itu dianggap sebagia ganti pembayaran zakat yang besarnya juga 1/10, dan baik kharraj maupaun zakat keduanya untuk kepentingan umum.
        Sedangkan menegaskan Ibnu Taimiah :”Yang dipungut oleh imam dengan nama muks (pajak), boleh membayarnya dengan niat zakat dan gugurlah kewajibanya meski tidak dengan sifat zakat.  Dan menurut Masdar F Mas’udi “Pemisahan antara lembaga zakat dan lembaga pajak adalah satu hal yang sesat dan menyesatkan. Karena konsep zakat adalah konsep pajak yang harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, tanpa memandang agama, suku, serta bangsa. Pada dasarnya, hakekat membayar zakat dan pajak pada saat ini sama saja, hanya saja tidak disadari. Oleh kaena itu, setiap orang yang membayar pajak harus disertai dengan niat membayar zakat, kemudian setelah itu harus melakukan kontrol terhadap negara agar dana tersebut tidak diselewengkan.

        Berbeda dengan pendapat tersebut ada beberapa ulama yang kontra dengan integrasi zakat dn pajak. Diantaranya Syekh Ulaith, dalam fatwa Syech Ulaith dari mazhab Maliki disebutkan, bahwa ia memberi fatwa mengenai orang yang memiliki satu nisab ternak. Kemudian dikenakan padanya pungutan denagn uang dalam jumlah tertentu setiap tahun bukan atas nama zakat. Apakah ia boleh berniat zakat dan apakah kewajiban zakatnya menjadi gugur atau tidak? Syekh itu menjawab: “Ia tidak boleh berniat zakat dan apabila ia beniat zakat, kewjibannya tidak gugur, sebaimana difatwakan oleh Nasir al-Laqani al-Hattab.
        Lalu Syekh Abu Zahra yang mengemukakan ;”Kami berpendapat bahwa pajak-pajak itu sampai sekarang tidak memiliki nilai-nilai khusus yang dapat memberikan jamininan sosial, padahal tujuan pokok zakat adalah menanggulangi kebutuhan sosial. Itulah mula-mula yang menjadi tuntunan zakat. Zakat dapat memenuhi tuntutan pajak, akan tetapi pajak tidak mungkin dapat memenuhi tuntutan zakat, karena pajak tidak menaggulangi kebutuhan fakir miskin yang menuntut untuk dipenuhi.
        Sedangkan menurut Yusuf Qardhawi dalam bukunya Fiqh Zakat, Ia menganggap zakat dan pajak sebagai sesuatu yang berbeda dan tidak dapat disatukan, bahkan Qardhawi membolehkan adanya pajak disamping zakat.

C. Argumentasi Pendapat

      Dalam argumentasi pendapat dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang pro dan kontra terhadap ingtegralisasi zakat dan pajak. Argumen mereka yang pro secara garis besar yaitu : mereka memandang membayar zakat dan pajak sebagai suatu hal yang mudharat karena tidak sesuai dengan kemaslahatan dan harus dihindarkan dan spirit zakat itu sama dengan spirit pajak yang sepenuhnya  dipergunakan untuk kesejahteraan rakyat dan operasional negara sebaiman pada masa pemerintahan Rasullah SAW, yaiutu dikelolah sepenuhnya oleh negara dan dengan memasuakn spirit zakat ke dalam spirit pajak, maka konsep keadialan dan kesejahteraan masyarakat akan tercapai
        Sedangkan argumen yang digunakan ulama yang menentang integrasi zaat dan pajak yaitu: zakat tidak dapat dicukupi oleh pajak. Mereka juga membenarkan kesulitan yang dibebani oelh umat islam kerena dualisme zakat dan pajak, akan tetapi hal ini sesuai dengan ketentuan syariah dan akan menjamin kelestarian kewajiban tersebut dan mengekalkan hubungan antar muslim melalui zakat, sehingga zakat tidak dapat dihapus dan diganti nama pajak dan pajak tak dapat dihilangkan begitu saja

D. Analisis Pendapat

        Dari beberapa pendapat diatas, masing-masing pendapat mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kelebihan dari pihak yang pro yaitu: integrasi zakat dan pajak merupakan sebuah metode istislah yang memandang integrasi zakat dan pajak merupakan kemaslahatan umat dan antara zakat dan pajak mempunyai beberapa titik persamaan diantaranya:
  1. Zakat dan pajak mempunyai unsur-unsur paksaan dan kewajiban
  2. Zakat dan pajak pada dasarnya sama-sama diserahkan kepada lembaga masyarakat (negara)
  3. Di antara ketentuan pajak, ialah tidak adanya imbalan tertentu. Para wajib pajak menyerahkan pajaknya selaku anggota masyarakat. Iia hanya memperoleh berbagai fasilitas untuk dapat melangsungkan usaha atau pekerjaanya. Demikian halnya dengan zakat, muzakki tidak memperoleh suatu imbalan. Ia hanya memperoleh lindungan, solidaritas, dan penjagaan dari masyarakatnya.
  4. Apabila pajak pada masa modern mempunyai tujuan kemasyarkatan , ekonomi dan politik disamping tujuan keuangan, maka zakat pun mempunyai yang lebih jauh dan jangkauan aspeknya yang lebih luas.

Sedangkan kekurangan integrasi zakat dan pajak ialah dalam penentuan nisab zakat dan pajak tidak dapat disamakan karena penentuan besar zakat akan selalu sama berbeda dengan penentuan pajak yang selau berubah sesui dengan kondisi wajib pajak.
Begitu juga dengan pihak yang kontra terhadap integrasi zakat dan pajak mempunyai kelebihan dan kelemahan. Diantara kelebihanya ialah bagi muzakki yang mempunyai harta kurang dari satu nisab dapat bebas kewajiban zakat, berbeda jika pajak dan zakat disatukan maka bagi para muzakki yang belum mencapai satu nisab ia akan terkena wajib pajak. Lalu antara zakat dan pajak terdapat perbedaan dalam beberapa aspek, diantaranya:
1.Dari segi nama dan etiketnya. Kata zakat menurut bahasa bearti suci, tumbuh, dan berkah. Sedangkan kata dharibah (pajak) yang diambil dari kata dharaba yang artinya utang, pajak tanah, upeti. Yaitu sesuatu yang mesti dibayar, seperti yang terkandung dalam Al-Qur’an:







Artinya: “Dan timpakanlah atas mereka kehinaan dan kemiskinan”
Adapun kata zakat dan makna yang terkandung didalamnya, mengisyaratkan bahwa harta yang ditimbum dan yang dipergunakan untuk kesenangan dirinya serta tidak dikeluarkan hak yang diwajibkan Allah atasnya, akakn menjsdi harta yang kotor dan najis. Harta tersebut menjadi suci bila kita berzakat dan untuk menghilangkan segala kekotoran , sifat tamak dan kikir.
2.Mengenai hakikat dan tujuannya
Zakat adalah ibadah yang diwajibkan kepada orang islam, sebagai tanda syukur kepada allah. Adapun pajak adalah kewajiban dari negara semata-mata yang tak ada hubungannya dengan makna ibadat dan pendekatan diri.
3.Mengenai pengeluarannya
Zakat mempunyai sasaran yang pasti dalm menentukan sasaranya, sedangkan pajak hanya untuk pengeluaran-pengeluaran umum negara, sebagaimana ditetapkan pengaturanya oleh penguasa.
4.Maksud dan tujuan
Zakat mempunyai tujuan spiritual yang lebih luhur ketimbang pajak, seperti yang ditegaskan dalam Al-Qur’an yag artinya: “Ambillah sedekah dari sebagian harta mereka, dengan sedekah itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah mereka, sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Kata doa adalah doa yang disunnatkan diucapkan oleh amil zakat, namun ada pula yang menganggap wajib karena ayat tersebut menunjukan perintah dan perintah merupakan sebuah kewajiban.
Pajak tidaklah memiliki tujan luhur seperti zakat. Para ahli keuangan berabad-abad lamanya menolak adanya tujuan lain dari pajak selain menghasilkan pembiayaan (uang), untuk mengisi kas negara (madzab netral pajak). Setelah berkembangnya zaman fungsi pajak pun berkembang menjadi alat untuk mencapai tujuan ekonomi dan sosial tertentu.
Sedangkan kelamahan dari pihak yang kontra terhadap integrasi zakat dan pajak diantaranya:
Dan larangan berzakat dua kali seperti hadits Rasulullah SAW.



Artinya:
 “Tak ada dua kali dalam sedekah”
        Kata Thunaya, menurut Abu Ubaid adalah janganlah sedekah itu dipungut dalam satu tahun dua kali, selanjutnya menurut Ibnu Qudaimah menerapkan bahwa menurut hadits itu tidak boleh mewajibkan dua kali zakat dalam satu tahun dengan satu sebab. Hal ini dikenal dalam studi perpajakan dan keuangan dengan nama” laranga pajak double”.


E. Penyebab Perbedaan Pendapat

        Menurut hemat kami, penyebab perbedaan pendapat antara pihak yang pro dan kontra terhadap integrasi zakat dan pajak adalah sejarah historis para ulama       yang berbeda-beda dan cara pandang masing-masing ulama yang dipengaruhi zaman yang berkembang. Dan adanya pemikiran-pemikiran kritis yang dikemukakan para ulama yang pro terhadap integrasi zakat dan pajak yang sedang menjadi wacana merupakan sebuah pukulan balik bagi para ulama yang kontra. Selain penyebab perbedaan pendapat yang dikemukakan diatas, para ulama yang pro maupun yang kontra bebbeda dalam penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an dan beberapa hadist. Begitu juga dengan metode istislah yang digunakan oleh ulama yang pro dengan integrasi zakat dan pajak, namun ditentang dengan perbedaan antara fungsi, tujuan, dan makna antara zakat dan pajak.



F. Hikmah Perbedaan Pendapat

        Hikmah utama dari pebedaan pendapat tersebut ialah antara umara, ulama, dan masyarakat suatu wilayah atau negara dapat memilih, apakah akan mengintegrasikan zakat dan pajak sebagai kebijakan fiskal dengan alasan demi meringankan beban masyarakat atau tidak menggunakan integrasi zakat dan pajak sebagai kebijakan fiskal dalam kata lain berarti memisahkan antara pajak dan zakat dengan berbagai kelebihan yang telah dikemukakan. Dalam hadist nabi




        Artinya:”Perbedaan umatku adalah rahmat”
        Dalam hadist ini Nabi Muhammad SAW menegaskan bahwa perbedaan umat Beliau adalah sebuah rahmat, dan itu artinya umat islam boleh berbeda pendapat namun dalam hal syari’ah, berbeda jika dalam hal tauhid, maka perbedaan tersebut lebih cenderung kearah pertentangan keyakinan dan berakibat pada hal-hal yang berbau anarkis.



G. Apresiasi Pendapat

        Dari beberapa pendapat yang dikemukan diatas, menurut saya pihak yang pro tehadap integrasi zakat dan pajak mempunyai hujjah yang kuat dalam metode istislah, namun lemah jika integrasi zakat dan pajak dikaitkan dengan hujjah yang dikemukan oleh pendapat yang kontra dengan integrasi zakat dan pajak kerena sasaran, tujuan, dan makna antara zakat dan pajak sangat berbeda walau ada beberapa aspek yang menyamakan antara zakat dan pajak.
        Masing mempunyai kelemahan dan kelebihan sendiri-sendri namun apabila kelebihan-kelebihan dari masing-masing pendapat dapat disatukan insya Allah akan menciptakan sebuah hukum yang progesif serta mementingkan kemaslahatan ummat.
        Integrasi pajak dan zakat seyogyanya dilakukan di indonesia karena ada 2 beban kewajiban umat muslim yaitu membyar paja dan zakat. Dengan cara peintergrasian pajak dan zakat maka beban tersebut dapat dikurangi dan akan meringankan umat islam terutama dinegara islam yang berideologi positivisme. Sedangkan jika pajak dan zakat dipisahkan seperi yang terjadi sekarang ini maka umat muslim cenderung melupakan zakat terutama zakat maal dikarenakan anggapan mereka yang mengangap pajak dan zakat adalah sama.

  
H. Natijah

        Dalam menentukan hukum pengintegrasian zakat dan pajak terdapat dua pihak yang saling berlawan namun saya kira mempunyai mempunyai cita-cita yang sama yaitu demi kemaslahatan umat. Sesungguhnya perbedaan pendapat dalam hal integrasi zakat dan pajak pada masa sekarang belum dapat mencapai sebuah kata sepakat, karena antara pihak yang pro dan kontra mempunyai hujjah dan dasar sendiri-sendiri. Mungkin dengan penggabungan kelebiahan antara piahak yang pro dengan pihak yang kontra akan menciptakan suatu hukum yang progresif dan dapat menjamin kemaslahatan ummat yang kami sebut “Zakat pajak”.
        Yaitu apabila zakat dan pajak diintegrasikan tapi dengan aturan dan pelaksanaan yang berbeda dari pelaksanaan pajak pada saat ini, aturan dan pelaksanaan integrasi zakat dan pajak tidak keluar dari hukum islam yang hak. Misalnya dalam integrasi zakat dan pajak dalam hal besarnya biaya pungutan dan pihak-pihak yang menerima zakat pajak tersebut. Zakat pajak tersebut tidak lagi memungut zakat pajak dari orang yang belum mencapai satu nisab dan pungutan tersebut harus bersifat adil dan transparan. Sedangkan dalam hal pembagian zakat pajak tidak lagi hanya sektor-sektor negara yang yang dibiayai oleh negara nmun juga sektor kemaslahatan dan kesejahteraan ummat. Seperti pemberdayaan faqir miskin agar dapat sejahtera dan melepas status faqir miskin mereka dengan sendirinya, dengan sedikit bantuan dari masyarakat yang berupa sedekah. Jadi dengan sedekah interaksi antara si miskin dan si kaya masih terjalin dengan baik walau telah terjadi pengintegrasian zakat dan pajak.








































Daftar Pustaka
Ali, Nurudin Mhd, 2006, Zakat sebagai instrumen dalm kebijakan fisal Jakarta: PT. Rja Grafido Persada.

Al-Qardhawi, Yusuf. 1993. Hukum Zakat, Edisi terjemah. Bogor: Litera AntarNusa.

Mas’udi, Masdar F, 1993, Agama Keadilan: Risalah Zakat (Pajak)    dalam Islam, Jakarta: P3M.

Rusli, Achyar, 2005, Zakat=Pajak, Jakarta:Redana.

Arifah, Siti, “Konstitusi Negara Berbicara “Zakat Mengurangi PenghasilanKenaPajak”,http://www.pkpu.or.id/artikel.php?=20&no15.











[1] Acyar Rusli, Zakat = Pajak, Jakarta:Redana, 2005,hal.36

No comments: